Minggu, 07 November 2010

USHUL FIQH

 IJ'TIHAD

BAB I
PENDAHULUAN

           Bagi setiap muslim, segala apa yang dilakukan dalam kehidupannya harus sesuai dengan kehendak Allah, sebagai realisasi dari keimanan kepada-Nya kehendak Allah tersebut dapat ditemukan dalam kumpulan wahyu yang disampaikan melalui Nabi-Nya (Al Qur’an) dan penjelasan yang diberikan oleh Nabi tersebut (As Sunnah).
          Kehendak atau titah Allah yang berhubungan dengan perbuatan manusia, dikalangan ahli ushul disebut “hukum Syara’”, sedangkan bagi kalangan ahli fiqh,”hukum syara” adalah pengaruh titah Allah terhadap perbuatan manusia tersebut.
         Seluruh kehendak oleh Allah tentang perbuatan manusia itu pada dasarnya terdapat dalam Al Qur’an dan penjelasannya dalam Sunnah Nabi. Tidak ada yang luput satupun dari Al Qur’an namun Al Qur’an itu bukanlah kitab hukum dalam pengertian ahli fiqh karena di dalamnya hanya terkandung titah dalam bentuk suruhan dan larangan atau ungkapan lain yang bersamaan dengan itu, dengan istilah lain, Al Qur’an itu mengandung norma hukum. Untuk memfdormulasikan titah Allah itu ke dalam bentuk hukum syara’ (menurut istilah ahli fiqh) diperlukan suatu usaha pemahaman dan penelusuran.
          Dari sini kita dapat mengambil sedikit permasalahan seperti :
1. Apa Pengertian, syarat dan tingkatan Mujtahid ?
2. Apa fungsi dari Ijtihad ?

PERADABAN ISLAM

PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN


          Subjek tentang asal-usul, kedatangan, dan penyebaran Islam pada masa awal di Indonesia, merupakan pembahasan klasik yang terus berlanjut sampai sekarang ini. Berbagai preposisi, argument dan teori yang diajukan para ahli diseputar tema ini bisa dipastikan akan terus menjadi pembahasan para peneliti khususnya, mengingat temuan para peneliti.
          Terlepas dari perdebatan yang terus berlangsung itu, satu argumen penting dikemukakan bahwa proses islamisasi di Indonesia harus dipahami sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari dinamika dan perubahan yang terjadi dalam dunia Islam secara global, dan bahkan dengan dunia-dunia lain. Namun pada saat yang sama, proses islamisasi dan intensifikasi pembentukan identitas dan tradisi Islam di Nusantara mestilah memperhitungkan historiografi lokal. Untuk itu dalam Makalah ini Penulis mengangkat beberapa permasalahan yang tentunya akan dibahas dalam makalah ini. Diantaranya ;
1. Bagaimana cara kedatangan Islam di Indonesia ?
2. Apa saja kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Indonesia ?
3. Bagaimana Peradaban Islam di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN

A. KEDATANGAN ISLAM DI INDONESIA
1. Kondisi Dan Situasi Politik Kerajaan-Kerajaan Di Indonesia
          Cikal bakal kekuasaan Islam telah dirintis pada periode abad 1-5 H/7-8 M, tetapi semuanya tenggelam dalam hegemoni maritime Sriwijaya yang berpusat di Palembang dan kerajaan Hindu-Jawa seperti Singasari dan Majapahit di Jawa Timur. Pada periode ini para pedagang dan Mubaliq Muslim membentuk komunitas-komunitas Islam. Mereka memperkenalkan Islam yang mengajarkan toleransi dan persamaan derajat diantara sesama, sementara ajaran Hindu Jawa menekankan perbedaan derajat manusia. Ajaran Islam ini sangat menarik perhatian penduduk setempat karena itu, Islam tersebar di kepulauan Indonesia terhitung cepat, meski dengan damai.
          Masuknya Islam kedaerah-daerah di Indonesia tidak dalam waktu yang bersamaan. Di samping itu keadaan politik dan sosial budaya daerah-daerah ketika didatangi Islam juga berlainan. Pada abad ke-7 sampai ke-10 M, kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya ke daerah Semenanjung Malaka sampai Kedah. Hal itu erat hubungannya dengan usaha penguasaan Selat Malaka yang merupakan kunci bagi pelayaran dan perdagangan Internasional. Datangnya orang-orang Muslim kedaerah itu sama sekali belum memperlihatkan dampak-dampak politik, karena mereka datang memang hanya untuk uasaha pelayaran dan perdagangan. Keterlibatan orang-orang Islam dalam bidang politik baru terlihat pada abad ke-9 M, ketika mereka terlibat dalam pemberontakan petani-petani Cina terhadap kekuasaan T’ang pada masa pemerintahan kaisar Hi-Tsung (678-889). Akibat pemberontakan itu, kaum Muslimin banyak yang dibunuh. Sebagian lainnya lari ke Kedah, wilayah yang masuk kekuasaan Sriwijaya, bahkan ada yang ke Palembang dan membuat perkampungan Muslim disini. Kerajaan Sriwijaya pada waktu itu memang melindungi orang-orang Muslim diwilayah kekuasaannya.
          Kemajuan politik dan ekonomi Sriwijaya berlangsung sampai abad ke-12 M. Pada akhir abad ke-12 M, kerajaan ini mulai memasuki masa kemundurannya. Untuk mempertahankan posisi ekonominya, kerajaan Sriwijaya membuat peraturan cukai yang lebih berat bagi kapal-kapal dagang yang singgah kepelabuhan-pelabuhannya. Akan tetapi, usaha itu tidak mendatangkan keuntungan bagi kerajaan, bahkan justru sebaliknya karena kapal-kapal dagang asing seringkali menyingkir. Kemunduran ekonomi ini membawa dampak terhadap perkembangan politik.
          Kemunduran politik dan ekonomi Sriwijaya dipercepat oleh usaha-usaha kerajaan singasari yang sedang bangkit di Jawa. Kerajaan Jawa ini melakukan ekspedisi Pamalayu tahun 1275 M dan berhasil mengalahkan kerajaan Melayu di Sumatra. Keadaan itu mendorong daerah-daerah di Selat Malaka yang dikuasai kerajaan Sriwijaya untuk melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan tersebut.
          Kelemahan Sriwijaya dimanfaatkan pula oleh pedagang Muslim untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan politik dan perdagangan. Mereka mendukung daerah-daerah yang muncul dan daerah yang menyatakan diri sebagai kerajaan bercorak Islam, yaitu kerajaan Samudra Pasai dipesisir Timur Laut Aceh. Daerah ini sudah disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7 dan ke-8 M. Proses islamisasi tentu berjalan disana sejak abad tersebut. Kerajaan Samudra Pasai dengan segera berkembang baik dalam bidang politik maupun perdagangan.
          Karena kekacauan-kekacauan dalam negeri sendiri akibat perebutan kekuasaan di Istana, kerajaan Singasari juga selanjutnya, Majapahit tidak mampu mengontrol daerah Melayu dan Selat Malaka dengan baik, sehingga kerajaan Samudra Pasai dan Malaka dapat berkembang dan mencapai pusat kekuasaannya hingga abad ke-16.
          Di kerajaan Majapahit, ketika Hayam Wuruk dengan Patih Gajah masih berkuasa, situasi Politik pusat kerajaan memang tenang, sehingga banyak daerah dikepulauan Nusantara mengakui berada dibawah pelindungnya. Tetapi sejak Gajah Mada meninggal dunia (1364) dan disusul Hayam Wuruk (1389), situasi Majapahit kembali mengalami kegoncangan. Perebutan kekuasaan antara Wikramawhardana dan Bhre Wirabumi berlangsung lebih dari sepuluh tahun. Setelah Bhre Wirabumi meninggal, perebutan kekuasaan dikalangan istana kembali muncul dan berlarut-larut. Pada tahun 1468 M Majapahit diserang Girindrawardhana dari Kediri. Sejak itu, kebesaran Majapahit dapat dikatakan sudah habis. Tome Pires (1512-1515), dalam tulisannya Suma Oriental, tidak lagi menyebut-nyebut nama Majapahit. Kelemahan-kelemahan yang semakin lama memuncak akhirnya menyebabkan keruntuhannya.

2. Munculnya Pemukiman-Pemukiman Muslim Di Kota-Kota Pesisir
          Seperti disebutkan diatas, menjelang abad ke-13, dipesisir Aceh sudah ada pemukiman Muslim. Persentuhan antara penduduk pribumi dengan pedagang Muslim dari Arab, Persia dan India memang pertama kali terjadi di daerah ini. Karena itu, diperkirakan, proses islamisasi sudah berlangsung sejak persentuhan itu terjadi. Dengan demikian, dapat dipahami mengapa kerajaan Islam pertama di kepulauan Nusantara ini berdiri di Aceh yaitu kerajaan Samudra Pasai yang didirikan pada pertengahan abad ke 13 M. Setelah kerajaan Islam ini berdiri, perkembangan masyarakat Muslim di Malaka makin lama makin meluas pada awal abad ke 15 M, di daerah ini lahir kerajaan Islam, yang merupakan kerajaan Islam ke dua di Asia Tenggara. Kerajaan ini cepat berkembang, bahkan dapat mengambil alih dominasi pelayaran dan perdagangan dari kerajaan Samudra Pasai yang kalah bersaing. Lajurnya perkembangan masyarakat Muslim ini berkaitan erat dengan keruntuhan Sriwijaya.
          Setelah Malaka jatuh ketangan portugis (1511), mata rantai penting pelayaran beralih ke Aceh, kerjaan Islam yang melanjutkan kerajaan Samudra Pasai. Dari sini proses islamisasi dikerajaan Nusantara berlangsung lebih cepat dari sebelumnya. Untuk menghindari gangguan portugis yang menguasai Malaka, untuk sementara kapal-kapal memilih berlayar menelusuri pantai barat Sumatra. Aceh kemudian berusaha melebarkan kekuasaannya ke Selatan sampai ke-Pariaman dan Tiku. Dari pantai Sumatra kapal-kapal memasuki Selat Sunda menuju pelabuhan-pelabuhan di Pantai Utara Jawa.
          Berdasarkan berita Tome Pires (1512-1515), dalam Suma Oriental-Nya dapat diketahui bahwa daerah-daerah di bagian pesisir Sumatra Utara dan Timur Selat Malaka, yaitu dari Aceh sampai Palembang sudah banyak terdapat masyarakat dan kerajaan-kerajaan Islam. Akan tetapi, menurut berita itu, daerah-daerah yang belum, Islam juga masih banyak, yaitu Palembang dan daerah-daerah pedalaman. Proses Islamisasi ke daerah-daerah pedalaman Aceh, Sumatra Barat, terutama terjadi sejak Aceh melakukan ekspansi politiknya pada abad ke-16 dan 17 M.
          Sementara itu di Jawa, proses islamisasi sudah berlangsung, sejak abad ke-11 M, meskipun belum meluas, terbukti dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang berangka tahun 475 H (1082 M).
          Tome Pires juga meyebutkan bahwa di Jawa sudah ada kerajaan yang bercorak Islam, yaitu Demak dan kerajaan-kerajaan di daerah Pesisir Utara Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, disamping masih ada kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu.
          Melihat makam-makam Muslim yang terdapat di situs-situs Majapahit, diketahui bahwa Islam sudah hadir di Ibu Kota Majapahit sejak kerajaan itu mencapai puncaknya.
          Tome Pires memberi gambaran tentang bagaimana wilayah-wilayah pesisir Jawa berada di bawah pengaruh Muslim:
          Pada waktu terdapat banyak orang kafir di sepanjang pesisir Jawa, banyak pedagang yang biasa datang : orang Persia, Arab, Gujarat, Bengali, Melayu, dan bangsa-bangsa lain. Mereka mulai berdagang di negeri itu dan berkembang menjadi kaya. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mulah-mulah datang dari luar. Oleh karena itu, mereka datang dalam jumlah yang terus meningkat. Anak-anak orang kaya Muslim sudah menjadi orang Jawa dan kaya, karena mereka telah menetap di daerah ini sekitar 70 tahun. Dibeberapa tempat, raja-raja Jawa yang kafir menjadi Muslim, sementara para Mullah dan para pedagang Muslim mendapat posisi di sana. Yang lain mengambil jalan membangun benteng di sekitar-tempat-tempat mereka tinggal dan mengambil masyarakat pribuminya, yang berlayar di kapal-kapal mereka. mereka membunuh raja-raja Jawa serta menjadikan diri mereka sebagai raja. Dengan cara inilah, mereka menjadikan diri mereka sebagai tuan-tuan dipesisir itu. Serta mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di Jawa.
          Pegaruh Islam masuk ke Indonesia bagian Timur, khususnya daerah Maluku, tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbang pada pusat lalu lintas pelayaran International di Malaka, Jawa, dan Maluku. Menurut tradisi setempat, sejak abad ke-14 M, Islam datang ke daerah Maluku. Raja Ternate yang ke-12, Molomatea (1350-1357) bersahabat karib dengan orang Arab yang memberinya petunjuk dalam pembuatan kapal-kapal, tetapi agaknya bukan dalam kepercayaan. Hal ini menunjukan bahwa di Ternate sudah ada masyarakat Islam sebelum rajanya masuk Islam. Demikian juga di Banda, Hitu, Makyan dan Bacan. Menurut Tome Pires, orang masuk Islam di Maluku kira-kira tahun 1460-1465 M. hal itu sejalan dengan berita Antonio Galvo. Orang-orang Islam datang ke Maluku tidak menghadapi kerajaan-kerajaan yang sedang mengalami perpecahan sebagaimana halnya di Jawa. Mereka datang dan menyebarkan agama Islam melalui perdagangan, dakwah dan perkawinan.
          Kalimantan Timur pertama kali diislamkan oleh Datuk RI Bandang dan Tunggang Parangan. Kedua Mubalik itu datang ke Kutai setelah orang-orang Makasar masuk Islam. Proses islamisasi di Kutai di perkirakan terjadi sekitar tahun 175.
          Sulawesi, terutama bagian selatan, sejak abad ke-1 M sudah didatangi pedagang-pedagang Muslim, mungkin dari Malaka, Jawa dan Sumatra. Pada awal abad ke-16 M di Sulawesi banyak sekali orang yang masih beragama berhala. Akan tetapi pada abad ke-16 itu di daerah Gowa, sebuah kerajaan terkenal di daerah itu, telah terdapat masyarakat Muslim. Di Gowa dan Tallo raja-rajanya masuk Islam secara resmi pada tanggal 22 September 1605 M.

3. Saluran dan Cara-Cara Islamisasi di Indonesia
          Kedatangan Islam dan penyebaran kepada golongan bangsawan dan rakyat umumnya dilakukan secara damai. Apabila situasi politik suatu kerajaan megalami kekacauan dan kelemahan di sebabkan perebutan kekuasaan di kalangan keluarga Istana. Maka Islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan atau pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu. Mereka berhubungan dengan pedagang-pedagang Muslim yang posisi ekonominya kuat karena menguasai perdagangan dan pelayaran. Apabila kerajaan Islam sudah berdri, penguasannya melancarkan perang terhadap kerajaan non Islam. Hal itu bukanlah karena persoalan agama tetapi karena dorongan politis untuk menguasai kerajaan-kerajaan di sekitarnya.

          Menurut Uka Tjandrasamita, saluran-saluran islamisasi yang berkembang ada enam, yaitu :
1. Saluran Perdagangan
         Pada taraf permulaan, saluran islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalulintas perdagangan pada bad ke-7 sampai abad ke-16 M. membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian, tenggara dan timur benua Asia. Saluran islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham.
2. Saluran Perkawinan
         Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik dari pada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putra-putri bangsawan tertarik mejadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka diislamkan lebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar muslim dengan anak kaum bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja, adipati dan kaum bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses islamisasi.
3. Saluran Tasawuf
        Pengajar-pengajar Tasawuf, atau para Sufi, mengajarkan teosofi yang brcampur dengan ajran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Merka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhhkan. Diantara mereka ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan setempat. Dengan tasawuf “bentuk” Ilama yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra Islam itu adalah Hamzah Fansuru di Aceh. Syekh Lemah Abang dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran Mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19 bahkan diabad ke 10 M ini.
4. Saluran Pendidikan
        Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiyai-kiyai dan ulama-ulama. Di pesantren atau di pondok itu calon ulama, guru agama dan Kiyai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwah ketempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren giri ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan agama Islam.
5. Saluran Kesenian
          Saluran islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan Wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapakan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita yang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi didalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat-alat islamisasi seperti Sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.
6. Saluran Politik
          Di Maluku dan Sulawasi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politk rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Disamping itu, baik di Sumatra dan Jawa maupun di Indonesia bagian Timur, demi kepentingan poltik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan Non Islam. Kemenangan kerajaan-kerajaan Islam secara politis banyak menerima penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.

B. KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA

1. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Sumatra
a. Samudra Pasai
          Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Samudra Pasai yang merupakan kerajaan kembar. Kerajaan ini terletak di pesisir Timur laut Aceh. Kemunculannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke 13 M, sebagai hasil dari proses islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7, ke-8 M dan seterusnya. Bukti berdirinya kerajaan samudra pada abad ke 13 M itu didukung adanya nisan kubur tebuat dari granit asal Samudra Pasai. Dari nisan itu dapat diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Rhamadham tahun 696 H, yang bertepatan dengan tahun 1297 M.

b. Aceh Darussalam
          Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Besar . disini pula teletak ibu kotanya. Kurang begiti diketahui kapan kerajaan ini sebenarnya berdiri. Anas Machmud berpendapat, kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15 M, diatas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M). Dialah yang membangun kota Darus Aceh salam.

Ø Tumbuh dan berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Jawa :
1. Demak
          Sebagaimana telah dijelaskan diatas, perkembangan Islam di Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi raja Majapahit.
2. Pajang
          Kesultanan pajang adalah pelanjut dan dipandang sebagai pewaris kerajaan Islam Demak. Kesultanan yang terletak di daerah Kartasura sekarang itu merupakan kerajaan Islam pertama yang terletak di daerah pedalaman pulau Jawa. Usia kesultanan ini tidak panjang. Kekuasaan dan kebesarannya kemudian diambil alih oleh kerajaan Mataram.
3. Mataram
          Awal dari kerajaan Mataram adalah ketika Sultan Adiwijaya dari Pajang meminta bantuan kepada Ki Pamanahan yang berasal dari daerah pedalaman untuk menghadapi dan menumpas pemberontakan Aria Penangsang tersebut di atas. Sebagai hadiah atasnya, Sultan kemudian menghadiahkan daerah Mataram kepada Ki Pamanahan yang menurunkan raja-raja Mataram Islam kemudian.
4. Cirebon
          Kesultanan Cirebon adalah kerajaan Islam pertama di Jawa Barat. Kerajaan ini di dirikan oleh Sunan Jati. Di awal abad ke-16, Cirebon masih merupakan sebuah daerah kecil di bawah kekuasaan Pakuan Pajajaran.
5. Banten
          Sejak sebelum jaman Islam, ketika masih berada dibawah kekuasaan raja-raja Sunada (dari Pajajaran, Atau mugkin sebelumnya) Banten sudah menjadi kota yang berarti. Dalam tulisan sandi kuno, cerita Parahyangan, disebut-sebut nama Wahanten Girang. Nama ini dapat dihubungkan dengan Banten, sebuah kota pelabuhan di ujung barat pantai Jawa. Pada tahun 1524 atau 1525, Sunan Gunung Jati dari Cirebon, meletakan dasar bagi pengembangan agama dan kerajaan Islam serta bagi perdagangan orang-orang Islam disana.

Ø Tumbuh dan berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan, Maluku dan Sulawesi
1. Kalimantan
          Kalimantan terlalu luas untuk berada dalam satu kekuasaan pada waktu datangnya Islam. Daerah barat laut menerima Islam dari Malaya, daerah timur dari Makasar dan wilayah selatan dari Jawa.
a. Berdirinya kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan
          Tulisan-tulisan yang membicarakan tentang masuknya Islam di Kalimantan Selatan selalu mengidentikan dengan berdirinya kerajaan Banjarmasin. Kerajaan banjar merupakan kelanjutan dari kerajaan Daha yang beragama Hindu.
b. Kutai dikalimantan Timur
          Menurut Rislah Kutai, dua orang penyebar Islam tiba dikutai pada Masa pemerintahan Raja mahkota. Salah satu diantaranya adalah Tuan di Bandang, yang dikenal dengan Dato’ Ri banding dari Makasar, yang lainnya adalah Tuan Tunggang Parangan. Setelah pengislaman itu, Dato Ri bandang kembali kemakasar sementara Tuan Tunggang Parangan tetap di Kutai . Mulai dari sinilah raja Mahkota tunduk kepada keiman Islam. Setelah itu segera dibangun sebuah masjid dan pengajaran agama dapat dimulai. Yang pertamakali mengikuti pengajaran itu adalah Raja Mahkota Sendiri, kemudian pangeran, para mentri, panglima dan hulubalang dan akhirnya rakyat biasa.
2. Maluku
          Islam mencapai kepulauan rempah-rempah yang sekarang dikenal dengan Maluku ini pada pertengahan terakhir abad ke-15. sekitar tahun 1460 raja Ternate memeluk agama Islam. Nama raja itu adalah Vongi Tidore. Ia mengambil seorang istri keturunan Ningrat dari Jawa. Namun, H. J. de Graaf berpendapat, raja pertama yang benar-benar Muslim adalah Zayn Al-Abidin (1486-1500 M).
3. Sulawesi (Gowwa-Tallo, Bone, Wajo, Soppeng Dan Luwu)
          Kerajaan Gowa Tallo, kerajaan kembar yang saling berbatasan, biasanya disebut kerajaan Makasar. Kerajaan ini terletak disemenanjung Barat Daya Pulau Sulawesi yang merupakan daerah transito sangat strategis.

2. Hubungan politik dan keagaamaan antara kerajaan-kerajaan Islam
          Hubungan antara satu kerajaan Islam dengan kerajaan Islam lainnya pertama-tama memang terjalin karena persamaan agama. Hubungan itu pada mulanya, mengambil bentuk kegiatan dakwah, kemudian berlanjut setelah kerajaan-kerajaan Islam berdiri. Demikianlah misalnya antara Giri dengan daerah-daerah Islam di Indonesia bagian timur, terutama Maluku adalah dalam rangka penyebaran Islam itu pula Fadillah Khan dari pasai dating ke Demak, untuk memperluas wilayah kekuasaan ke Sunnada kelapa.
          Dalam bidang politik, agama pada mulanya dipergunakan untuk memperkuat diri dalam menghadapi pihak-pihak atau kerajaan-kerajaan yang bukan Islam, terutama yang mengancam kehidupan politik maupun ekonomi. Persekutuan antara Demak dengan Cirebon dalam menaklukan Banten dan Sunda Kelapa dapat diambil sebagai contoh. Contoh lainnya adalah persekutuan kerajaan-kerajaan Islam dalam menghadapi Portugis dan Kompeni Belanda yang berusaha memonopoli pelayaran dan perdagangan.
          Hubungan antara kerajaan-kerajaan Islam lebih banyak terletak dalam bidang Budaya dan keagamaan Samudra Pasai dan kemudian Aceh yang dikenal dengan serambi Mekkah menjadi pusat pendidikan dan pengajaran Islam. Dari sini ajaran-ajaran Islam tersebar ke seluruh pelosok Nusantara melalui karya-karya Ulama dan murid-muridnya yang menuntut ilmu kesana. Demikian pula hanya dengan Giri di Jawa timur terhadap daerah-daerah di Indonesia bagian timur. Karya-karya sastra dan keagamaan dengan segera berkembang di kerajaan-kerajaan Islam. Tema dan Isi karya-karya itu seringkali mirip antara satu dengan yang lain. Kerajaan islam itu telah merintis terwujudnya idiom kulktural yang sama, yaitu Islam hal ini menjadi pendorong terjadinya interaksi budaya yang makin erat.

3. Tiga pola “pembentukan Budaya” yang telihat dalam proses pembentukan Negara: Aceh, Sulawesi Selatan dan Jawa.
         Dalam rentan waktu sejak lahir abad ke tiga belas, ketika Samudra Pasai berdiri, sampai abad ke-17, disaat istana Gowa Tallo resmi mengatur Islam, menurut taufik Abdullah, setidaknya tiga pola pembentukan budaya “, yang memperlihatkan bentuknya dalam proses pembentukan Negara telah telah terjadi. Ketiga pola itu adalah ;
1. Pola Samudra Pasai
         Lahirnya kerajaan Samudra Pasai berlangsung melalui perubahan dari Negara yang segmenter ke Negara yang terpusat. Sejak awal perkembangannya, Samudra Pasai menunjukan banyak pertanda dari pembentukan suatu Negara baru. Kerajaan ini tidak saja berhadapan dengan golongan-golongan yang belum ditundukan dan diislamkan dari wilayah pedalaman, tetapi juga harus menyelesaikan pertentangan polotik serta pertentangan keluaraga yang berkepanjangan. Dalam proses perkembangannya menjadi Negara tepusat, Samudra Pasai juga menjadi pusat pengajaran agama. Reputasinya sebagai pusat agama terus berlanjut walaupun kemudian kedudukan ekonomi dan politiknya menyusut.
         Dengan pola tersebut, Samudra Pasai memiliki “Kebebasan Budaya” untuk memformulasikan struktur dan sistem kekuasaan, yang mencerminkan gambaran tentang dirinya.
          Pola yang sama dapat pula disaksikan pada proses terbentuknya kerajaan aceh Darussalam.
2. Pola Sulawesi Selatan
          Pola ini adalah pola islamisasi melalui konversi keraton atau pusat kekuasaan. Dalam sejarah Islam di Asia tenggara, pola ini di dahului oleh berdirinya kerajaan Islam Malaka. Proses islamisasi berlangsung dalam suatu struktur Negara yang telah memiliki basisi legitimasi geneologis
        Konvrensi agama menunjukan kemampuan raja. Penguasa terhindar dari penghinaan rakyat dalam masalah kenegaraan.
3. Pola Jawa
        Di Jawa, Islam mendapatkan suatu sistem politik dan struktur kekuasaan yang telah lama mapan, berpusat di keraton pusat Majapahit. Sebenarnya komunitas pedagang Muslim mendapat tempat dalam pusat-pusat politik pada abad ke-11. Komunitas itu makin membesar pada abad ke-14. ketika posisi raja melemah, para saudagar kaya di berbagai kadipaten di wilayah pesisir mendapat peluang besar untuk menjauhkan diri dari kekuasaan raja. Mereka kemudian tidak hanya masuk Islam tetapi juga membangun pusat-pusat politik yang independen. Setelah kraton pusat menjadi goyah, kraton-kraton kecil mulai bersaing untuk menggantikan kedudukannya. Demak akhirnya berhasil menggantikan Majapahit. Dengan posisi baru ini Demak tidak saja menjadi pemegang hegemoni politik, tetapi juga menjadi “jembatan penyebrangan’ Islam yang paling penting di Jawa.
        Walaupun mencapai keberhasilan politik dengan cepat, Demak tidak saja harus menghadapi masalah legitimasi politik, tetapi juga panggilan kultural untuk kontinuitas. Dilemma kultural dari dominasi politik Islam di dalam suasana tradisi Siwa-Budhistik telah jauh menukik kedalam kesadaran. Hal itu akan jelas ketika kraton dipindahkan oleh Jaka Tingkir ke Pajang di pedalaman dan semakin jelas ketika Mataram berhasil menggantikan kedudukan Pajang pada tahun 1588.


C. PERADABAN ISLAM DI INDONESIA
1. Sebelum Kemerdekaan
a. Birokrasi Keagamaan
         Oleh karena penyebaran Islam di Indonesia pertama-tama dilakukan oleh para pedagang, pertumbuhan komunitas Islam bermula diberbagai pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra, Jawa dan pulau lainnya. Kerajaan-kerajaan Islam yang pertama berdiri juga didaerah pesisir. Demikaian halnya dengan kerajaan Samudra Pasai, Aceh, Demak, banten, dan Cirebon, ternate dan Tidore. Dari sana kemudian Islam menyebar ke daerah-daerah sekitar. Begitu pula yang terjadi di Sulawesi dan Kalimantan. Menjelang akhir abad ke-17, pengaruh Islam sudah hampir merata di berbagai wilayah penting di Nuasantara.
         Di samping merupakan pusat-pusat politik dan perdagangan, ibu kota kerajaan juga merupakan tempat berkumpul para ulama dan Mubaligh Islam. Ibn Batuthah menceritakan, Sultan kerajaan Samudra Pasai, Sultan Al Maik Al Zahir, dikelilingi oleh ulama dan Mubalig Islam dan Raja sendiri sangat menggemari diskusi mengenai masalah-masalah keagamaan. Raja-raja Aceh mengangkat para ulama menjadi penasehat dan pejabat di bidang keagamaan. Sultan Iskandar Muda (1607-1636) mengangkat Syekh Syamsuddin al-Sumatrani menjadi Mufti (qadhi Malikul Adil) kerajaan Acah. Sultan Iskandar Tsani (1636-1641) mengangkat Syekh Nuruddin al-Raniri menjadi Mufti kerajaan, dan Sultanah Saefatuddin Syah mengangkat Syekh Abdur Rauf Singkel. Kedudukan ulama sebagai penasehat Raja, terutama dalam bidang keagamaan juga terdapat dikerajaan-kerjan Islam lainnya.

b. Ulama dan Ilmu-Ilmu Keagaaman
          Penyebaran dan pertumbuhan kebudayaan Islam di Indonesia terutama terletak di pundak para ulama. Paling ada dua cara yang dilakukannya. Pertama, membentuk kader-kader ulama yang akan bertugas sebagai Mubaliq kedaerah-daerah yang lebih luas. Cara ini dilakukan di dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam yang dikenal dengan pesantren di jawa, dayah di Aceh, dan surau di Minangkabau. Kedua, melalui karya-karya yang terbesar dan dibaca di berbagai tempat yang jauh. Karya-karya tersebut mencerminkan perkembangan pemikiran dan ilmu-ilmu keagamaan di Indonesia pada masa itu.

c. Arsitek Bangunan
          Oleh karena perbedaan latar belakang budaya, arsitektur bangunan-bangunan Islam di Indonesia berbeda dengan yang terdapat di dunia Islam lainnya. Hasil-hasil seni bangunan pada zaman pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia antara lain mesjid-mesjid kuno Demak, Sendang Duwur Agung Kasepuhan di Cirebon, mesjid Agung Banten, Baiturrahman di Aceh dan di daerah-daerah lainnya. Masjid-masjid itu menunjukan keistimewaan dalam denahnya yang berbentuk persegi empat atau bujur sangkar dengan bagian kaki yang tinggi serta pejal, atapnya bertumpang dua, tiga, lima tau lebih, dikelilingi parit atau kolam air dibagian depan atau sampingnya yang berserambi. Bagan-bagan lain seperti Mihrab dengan lengkung pola kalamakara, mimbar yang mengingatkan akan ukiran-ukiran pola teratai, mastaka tau memolo, menunjukan seni-sei bangunan tradisional yang telah dikenal di Indonesia sebelum kedatangan Islam.

2. Setelah Kemerdekaan
a. Departemen Agama
          Sebagaimana telah disebutkan, sejak awal kebangkitan Nasional, posisi agama sudah mulai dibicarakan dalam kaitannya dengan politik atau Negara. Ada dua pendapat yang didukung oleh dua golongan yang bertentangan tentang hal itu. Satu golongan berpendapat, Negara Indonesia merdeka hendaknya merupakan sebuah Negara “sekuler”, Negara yang dengan jelas memisahkan persolan agama dan politik, sebagaimana di terapkan di Negara Turki oleh Mustafa Kamal. Golongan lainya berpendapat, Negara Indonesia merdeka adalah “Negara Islam”. Kedua pendapat itu terlihat misalnya sebelum kemerdekaan, dalam polemik antara Soekarno dengan Agus Salim, kemudian dengan M. Natsir diakhir tahun 1930-an, diskusi dan perdebatan di dalam sidang-sidang BPUPKI yang menghasilkan Piagam Jakarta. Setelah kemerdekaan, persoalan itu juga terangkat kembali didalam siding-sidang konstituante hasil pemilihan umum 1955 M yang berakhir dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yaitu kembali pada UUD 1945.
          Dalam jangka waktu beberapa tahun di awal berdirinya kementrian ini, telah dikeluarkan berbagai peraturan yang menetukan tugas serta ruang lingkup kementrian agama. Meskipun ruang lingkupnya tetap sama, rumusannya sudah beberapa kali berubah. Tujuan dan fungsi Departemen Agama yang dirumuskan pada tahun 1967 adalah sebagai berikut :
1. Mengurus serta mengatur pendidikan di sekolah-sekolah, serta membimbing peraturan-peraturan agama
2. Mengikuti dan memperhatikan hal yang bersangkutan dengan agama dan keagamaan.
3. Memberi penerangan dan penyuluhan agama
4. Mengurus dan mengatur peradilan agama serta menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan hukum agama
5. Mengurus dan memperkembangkan IAIAN, perguruan tinggi agama Islam swasta dan pesantren luhur, serta mengurus dan mengawasi pendidikan agama pada perguruan-perguruan tinggi
6. Mengatur, mengurus dan mengawasi penyelenggaraan ibadah haji.

D. Tradisionalisme, Nasionalisme dan Pembaharuan Islam Indonesia
           Reaksi paling awal terhadap konsolidasi pemerintahan Belanda dan hancurnya aristokrasi lama datang dari kalangan Muslim. Keseimbangan kekuatan yang sedang berubah menimbulkan gerakan kebangkitan ulama yang menentang otoritas kaum elite priyayi. Bahkan semenjak konsolidasi mataram pada awlal abad ke-17, aristokrasi Jawa telah terbagi menjadi dua kelompok priyayi yang memerintah, yang terkondisikan oleh nilai-nilai Jawa dan kiyayi yang mewakili komunitas yang setia terhadap keyakinan agama Islam. Dengan masuknya kelompok aristokrasi priyayi kedalam pemerintahan kolonial Belanda. Kiyayi menjadi satu-satunya perwakilan masyarakat Jawa yang independen. Otoritas, jumlah dan pengaruh mereka sangat luas. Lebih jauh, pelaksanaan haji ke Makkah dan pengembaraan studi agama yang luas di Arab ia telah mengantar kontak Muslim Melayu dan Indonesia dengan ajaran-ajaran reformis, meningkatkan kesadaran mereka terhadap identitas Muslim, dan menjadikan mereka mengenal perlawanan dunia Mslim terhadap kolonialisme Eropa. Para haji pulang dengan membawa sebuah hasrat untuk meningkatkan masyarakat mereka dari keterbelakangan dan ketersesatan menuju praktik peribadatan Muslim yang benar dan menuju sebuah komitmen akan otonomi poltik
          Pada tahun 1840-an dan tahun 1850-an, Banten dilanda kebangkitan agama. Kebangkitan ini menjadi sebuah pergolakan besar tahun 1988. dalam situasi permusuhan sengit terhadap pemerintah asing, perlawanan terhadap sritokrasi yang korup, dengan semangat yang mengelora untuk mendirikan sebuah negara Islam, beberapa kelompok petani menyerang pejabat Belanda dan administrator Jawa. Pihak pemerintah berusaha menumpas kelompok pemberontak. Diseluruh wilayah Hindia, seperti gerakan Padri di Minangkabau, perang Banjarmasin 1859 dan perang Aceh tahun 1871-1901, semuanya merupakan perlawanan petani yang dipimpin ualama terhadap ekspansi kekuasaan Belanda dan otoritas elite politik lokal.
          Pada saat-saat yang sama, bentuk-bentuk keagamaan dan sosial yang baru, dan aksi politik terbentuk di beberapa pelabuhan utama di Sumatra, Jawa dan Melayu dan lingkungan pedagang Muslim yang peka terhadap tekanan ekspansi kekuasaan kolonial dan terhadap derasnya arus pemikiran reformis yang datang dari Makkah dan Kairo.
          Pemukiman orang Arab di anggap penting. Sebagian orang Arab yang bekerja di Singapura sebagai Broker mengelola perjalanan Haji. Para Syaikh dan Sayyid dari Hadramaut memiliki prestise yang cukup tinggi, dan mereka sangat dihormati lantaran ketulusan dalam menjalankan agama mereka membentuk sebuah elite komersial, memiliki tanah dan pondokan, menanam modal dalam usaha perkebunan dan perdagangan dan menguasai perdagangan batik, tembakau dan perdagangan rempah-rempah. Kelompok ini membangun Masjid, mengorganisir sejumlah perayaan dan berusaha mempertahankan bahasa Arab dan sopistikasi kebudayaan Muslim.
          Diberbagai tempat reformise dibangkitkan melalui perdagangan, urbanisasi dan pendidikan. Di Jawa, sejumlah pergerakan Islam di dirikan antara tahun 1905 dan 1912. yang terbesar diantara asosiasi pendidikan dan keagamaan adalah Muhamadiyah, yang di dirikan pada tahun 1912 oleh haji Ahmad Dahlan untuk memperbahurui praktik Islam dan memperbaiki kehidupan komunitas Muslim.
          Muhamadiyah menekankan pentingnya kesalehan hidup yang didasarkan pada berbagai kewajiban yang dinyatakan di dalam Al Qur’an dan Hadis Nabi, tetapi menolak sistem filsafat dan sistem hukum kewarisan Muslim zaman pertengahan dan otoritas para Wali untuk digantikan dengan pelaksanaan ijtihad atau penalaran individu dalam berbagai urusan keagamaan.
          Muhamadiyah juga mengajarkan bahwa sifat kebajikan yang bersifat persoalan haruslah diekspresikan dalam aksi sosial. Upaya muhamadiyah yang utama adalah pembentukan pola pendidikan modern sekolah agama. Sementara pesntren mengutamakan pembacaan kitab suci Al Qur’an dan formula mistik, sekolah-sekolah Muhamadiyah mengajarkan prinsip-prinsip dasar agama Islam, bahasa Arab, bahasa Balanda dan beberapa pelajaran sekuler.

BAB III
PENUTUP

          Cikal bakal kekuasaan Islam telah dirintis pada periode abad 1-5 H/7-8 M, tetapi semuanya tenggelam dalam hegemoni maritime Sriwijaya yang berpusat di Palembang dan kerajaan Hindu-Jawa seperti Singasari dan Majapahit di Jawa Timur. Pada periode ini para pedagang dan Mubaliq Muslim membentuk komunitas-komunitas Islam. Mereka memperkenalkan Islam yang mengajarkan toleransi dan persamaan derajat diantara sesama, sementara ajaran Hindu Jawa menekankan perbedaan derajat manusia. Ajaran Islam ini sangat menarik perhatian penduduk setempat karena itu, Islam tersebar di kepulauan Indonesia terhitung cepat, meski dengan damai baik itu melalui sistim perdagangan maupun yang lainnya.
          Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia diantaranya adalah Samudra Pasai, Aceh Darussalam, kerajaan-kerajaan Islam di Jawa : Demak, Pajang, Mataram, Cirebon, Banten, kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan, Kutai dikalimantan Timur, Maluku, Sulawesi (Gowwa-Tallo, Bone, Wajo, Soppeng Dan Luwu)
         Oleh karena penyebaran Islam di Indonesia pertama-tama dilakukan oleh para pedagang, pertumbuhan komunitas Islam bermula diberbagai pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra, Jawa dan pulau lainnya. Kerajaan-kerajaan Islam yang pertama berdiri juga didaerah pesisir. Demikaian halnya dengan kerajaan Samudra Pasai, Aceh, Demak, banten, dan Cirebon, ternate dan Tidore. Dari sana kemudian Islam menyebar ke daerah-daerah sekitar. Begitu pula yang terjadi di Sulawesi dan Kalimantan. Menjelang akhir abad ke-17, pengaruh Islam sudah hampir merata di berbagai wilayah penting di Nuasantara.

DAFTAR PUSTAKA

Ø Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta :Rajawali Pers, 1993)
Ø Lapidus Ira, Sejarah Sosial Ummat Islam, (Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, 1999)
Ø Azra Azyumardi, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, (Bandung, Mizan Media Utama, 2002)

PSIKOLOGI

BULIMIA NERVOSA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
          Merasa tidak puas dengan kondisi badan, sangat perhatian pada berat badan dan gangguan makanan merupakan pola perilaku yang biasa dijumpai pada mahasiswi. Rata-rata 1-2 % populasi wanita muda mengalami sindroma bulimia dan lebih dari 10 % dapat digolongkan secara klinis sebagai Bulimia Nervosa, devinisi diperoleh dari kriteria bulimia nervosa tanpa adanya kecenderungan frekuensi dari binge eating (makan secara berlebih-lebihan). Ganguan makanan ini menyebabkan gangguan fisik serius dan hilang kepercayaan diri, harga diri, malu dan masalah serta gangguan psikologis lainnya.
          Akhir-akhir ini telah ditemukan bahwa dangan perhatian pada berat dan bentuk badan merupakan faktor-faktor resiko gangguan makanan. Sangat perhatian terhadap berat dan bentuk badan karena adanya ketakutan bertambah berat badan, cemas akan bentuk badan, sejarah diet dan kegemukan. Hal ini menambah keyakinan bahwa mengurangi perhatian secara berlebihan dan meningkatkan kepuasan pada tubuh akan mengurangi masalah gangguan makanan dalam populasi beresiko tinggi (Taylor & Altman, 1997).
          Untuk mencegah meningkatnya gangguan makanan, maka intervensi berbasis sekolah telah direkomendasikan (Center for Disease Control and Prevention, 1996; Neumark, 1996). Meskipun program pencegahan dirancang untuk merubah sikap dan perilaku yang berhubungan dengan gangguan makanan secara umum belum berhasil sepenuhnya tetapi menunjukan bahwa intervensi menggunakan CBO (cognitive Behavior Orientation) mampu mengurangi rasa tidak puas terhadap kondisi badan (Garant & Cash, 1995).

B. Deskripsi Gejala Campuran
1. Gambaran umum Psikologi
          Dalam pengertian sehari-hari, kita sering mendapati arti yang bermacam-macam dari kata “Psikologi”. Kebanyakan orang berpendapat bahwa psikologi adalah ilmu jiwa, tetapi adapula yang berpendapat psikologi adalah ilmu tentang tingkah laku atau perilaku.
          Arti harafiyah dari perkataan psikologi berasal dari dua kata Yunani, yaitu “Psyche” artinya jiwa dan “logos” artinya nalar atau ilmu. Sehingga psikologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang jiwa atau ilmu jiwa.
          Titik tolak lain dalam pendefinisian psikologi adalah bahwa jiwa itu selalu diekpresikan melalui raga atau badan, sehingga disebut juga ilmu ekspresi. Psikologi sering juga disebut sebagai ilmu tentang tingkah laku yaitu ilmu yang mempelajari orang sebagai individu atau kelompok yang melalui tingkah laku.
Ilmu jiwa mempunyai obyek material yaitu manusia, sifatnya deskriptif, impersonal dan faktual. Menurut Plato obyek ilmu jiwa adalah daya-daya yang terdapat dalam jiwa manusia yang meliputi :
1. Daya pikir atau reasons
2. Daya kemauan, semangat atau spirit.
3. Daya napsu atau appetitive.
          Berdasarkan ketiga daya ini maka manusia terdapat tiga jenis kualitas yaitu :
1. Kebijaksanaan yang berasal dari akal (reasons)
2. Keberanian yang bersumber dari kemauan (spirit)
3. penguasaan diri yang bersumber dari napsu (appetitive)
          Seorang ahli kesehatan kususnya dokter, dalam menjalankan tugasnya memerlukan pengetahuan yang luas termasuk pengetahuan ilmu jiwa. Karena yang dihadapi seorang dokter itu adalah pasien yang tidak lain adalah manusia-manusia yang sedang mengalami gangguan kejiwaannya, apakah itu diakibatkan karena penyakitnya ataukah faktor-faktor yang lain. Seorang pasien harus dibimbing sampai pada suatu tahap tertentu dimana mereka dapat dinyatakan sehat dan dapat melaksanakan aktivitas selayaknya manusia lain. Dengan tanggung jawab yang diembannya tanpa harus tergantung dan membebani orang lain lagi, sehat secara jasmani dan rohani, biologis maupun psikologis.
2. Gambaran Khusus Gejala Campuran
a. Perhatian
          Perhatian merupakan salah satu aktivitas jiwa dapat didefinisikan sebagai proses pemusatan terhadap fase-fase atau unsur-unsur pengalaman dan mengabaikan yang lainnya. Dengan demikian, bahwa kejelasan pengalaman seseorang amat tergantung pada intensitas proses perhatian. Setiap kekuatan yang merangsang seseorang yang bersalah dari dalam badan dan diluarnya, dapat menarik perhatian. Ini berarti dalam perhatian ada dua peristiwa yang penting yaitu :
 “Selektivitas” dimana individu mendorong tingkah laku untuk mengkonsentrasikan diri pada sekumpulan perangsang (satu obyek) dan tidak mereaksi terhadap semua rangsangan dari luar. Jadi ada proses pemilihan.
 “Skema-antisipasi”, ialah kesepian individu untuk setiap saat menerima dan mereaksi terhadap perangsang. Maka, “memperhatikan”, berarti mengkonsentrasikan diri mengarahkan aktivitas psikis pada satu titik sentral.
 Menurut bentuknya perhatian dibedakan atas :
a) Perhatian sengaja, yaitu perhatian yang terjadi apabila individu ingin menyaring secara kuat dan ingin menangkap kesan penginderaan secara lebih jelas.
b) Perhatian tidak sengaja, yaitu perhatian dimana tidak ada usaha sadar dari individu untuk memusatkan perhatiannya pada suatu penginderaan tertentu tetapi inderanya secara tak sengaja terpusatkan pada bagian-bagian indra tertentu.
c) Perhatian habitual, yaitu kecenderungan individu untuk memusatkan perhatiannya pada hal-hal tertentu dalam setiap keadaan lingkungan dengan meninggalkan perangsang-perangsang lainnya.
 Menurut sifatnya perhatian dibedakan atas :
a) Perhatian spontan langsung atau direct, dan perhatian paksaan, yaitu perhatian yang tidak dengan sengaja individu merasa senang terhadap objek yang diamati. Sebaliknya bila tidak senang kepada sesuatu yang harus diperhatikannya, maka terjadi perhatian paksaan (perhatian bersyarat).
b) Perhatian konsentratif dan perhatian distributive. Kalau individu memusatkan pikiran, perasaan dan kemauan kepada “satu” objek saja, maka disebut perhatian konsentratif. Bila individu membagi-bagi perhatiannya pada banyak objek dinamakan perhatian distributive.
c) Perhatian sempit dan perhatian perseveratif. Dinamakan perhatian sempit, bila terjadi fikasi dari perhatian atau melekatnya perhatian kepada satu objek yang terbatas. Perhatian yang konsentrative dan melekat terus menerus itu, disebut perhatian perseveratif.
d) Perhatian sembarangan (random attention), yaitu perhatian yang tidak tetap, mudah berubah-ubah, berpindah pendah dari objek yang satu kepada objek yang lain, dan tidak tahan lama.
          Perhatian dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal (diluar individu), maupun faktor internal (dalam diri individu).
 Factor-faktor eksternal, diantaranya meliputi :
a) Perangsang yang berubah menarik perhatian
b) Perangsang yang kuat menarik perhatian
c) Perangsang yang luar biasa menarik perhatian
d) Benda-benda yang berhubungan dengan kebutuhan dasar individu, biasanya juga menarik perhatian seseorang.

 Faktor-faktor internal, diantaranya meliputi :
a) Minat dan keinginan individu menentukan perhatian
b) Pekerjaan yang sedang kita laksanakan menetukan perhatian
c) Perasaan menentukan perhatian
d) Kebiasaan juga menentukan perhatian seseorang
 Penyimpangan-penyimpangan perhatian
          Penyimpangan-penyimpangan perhatian (inattention) merupakan suatu keadaan yang dialami seseorang pada suatu saat tertentu, dimana perhatiannya ditunjukan pada hal-hal lain, sehingga tidak sesuai dengan peristiwa atau kejadian yang sedang berlangsung. Hal ini terjadi karena dorongan baik oleh faktor-faktor internal, sesaat individu lelah, lapar, dan lain sebagainya. Faktor eksternal sesaat, misalnya objek yang monoton, tetapi selalu sama dan lain sebagainya.
          Pada umumnya hal-hal yang menimbulkan penyimpangan perhatian lebih condong bersumber dari fator eksternal yang disebut sebagai “gangguan perhatian”.
b. Kelelahan
          Manusia, sejak lahir sampai menjelang meninggal dunia mempunyai dorongan-dorongan untuk berbuat, bergerak dan melakukan bermacam-macam kesibukan. Gerakan-gerakan yang dilakukan itu tidak sama bentuk dan tingkatnya antara individu yang satu dengan yang lainnya. Namun kesemuannya itu membutuhkan kekuatan dan kemampuan. Pada suatu saat, kekuatan untuk berbuat itu makin lama makin berkurang, baik kekuatan jasmani maupun rohani, dan hal ini berpengaruh terhadap prestasi-prestasi yang akan dicapainya.
          Gejala menurunnya kekuatan manusia untuk melakukan sesuatu disebut “kelelahan”. Kelelahan adalah isyarat, bahwa energi tubuh menjadi sangat berkurang, sebagai akibat penggunaannya untuk menyelesaikan macam tugas pekerjaan.
Teori kelelahan :
a) Teori Intoksinasi : (into = Intra berarti dalam, toxicum berarti racun. Karena orang bekerja, maka terjadilah penambahan pertukaran zat dalam tubuh. Muncullah produk pembakaran, yang diserap darah, kemudian diangkut kesusunan syaraf sentral. Disinilah benda-benda itu menyebabkan terbentuknya semacam benda beracun, yang menimbulkan gejala kelalahan, baik yang sifatnya lokal misalnya pada lengan, bahu, kaki dan juga terasa keseluruh tubuh.
b) Teori biologis
          Teori ini termasuk baru, yang mencari sebab-sebab kelesuan dari hukum-hukum hidup manusia. Teori ini dipelopori oleh psikolog berkebangsaan Amerika bernama Thorndike. Teori ini menjelaskan bahwa olah kerja yang berkepanjangan akan muncul dua gejala, yaitu subtraksi atau berkurangnya energi, sehingga timbul gejala kelelahan dan gejala additie yaitu kecenderungan untuk mengurangi dan menghambat, sehingga mengakibatkan menurunnya : curve satifaksi/kepuasan. Dengan kata lain, muncullah rasa bosan dan enggan untuk melanjutkan pekerjaan. Teori ini menyatakan bahwa bila berkelanjutannya pekerjaan, maka akan semakin banyak timbul reaksi-reaksi instinktif yang menghambat kelancaran kerja.
Disamping kelelahan fisik, individu jaga mengenal kelelahan psikis yang sering muncul seperti gejala lesu dan muncul gangguan dalam fungsi-fungsi psikis, seperti berkurangnya daya konsentrasi dan minat, hilang daya ingatan, cepat lupa dan lain sebainya. Jadi jelaslah bahwa kelelahan adalah gejala normal dan menjadi produk dari semua pekerjaan.
c. Sugesti
          Sugesti adalah pengaruh terhadap kehidupan psikis dan segenap perbuatan individu, dimana perasaan, pikiran dan kemauan sedikit banyak dibatasi oleh karenanya. Orang-orang yang mudah terkena sugesti disebut “sugestibel” dan mereka yang memiliki daya pengaruh terhadap orang lain disebut “sugestif”. “Otosugesti” adalah sugesti yang keluar dari diri sendiri, mempunyai pengaruh yang besar terhadap sukses dan gagalnya usaha seseorang. Kecemasan dan ketidak percayaan diri misalnya, memberi pengaruh sugestif yang melemahkan pada pribadi, sebaliknya optimisme dan kepercayaan diri memberikan sugestif positif pada keberhasilan suatu pekerjaan.
          Sugesti mempunyai makna yang besar dalam pemastian dan pembuktian fakta sosial, misalnya disekolah-sekolah, dibidang perguruan, dibalai pengadilan, bidang pemerintahan, penentuan keputusan dan lain-lain. Individu bisa tersugesir oleh nasehat-nasehat, informasi lisan dan tulisan di surat-surat kabar dan lain-lain. Betatapan besarnya pengaruh sugesti terhadap orang lain, tetap saja ada batas pengaruhnya. Agar sugesti bisa diterima, diperlukan alat psikis yang sama, yaitu pikiran dan perasaan yang kurang lebih sejenis dalam kehidupan sendiri, sama dengan milik pemberi sugesti. Tanpa persamaan tersebut, sugesti tidak mungkin diterima oleh individu yang bersangkutan. 

BAB II
STUDI KASUS

1. Identitas Kasus
Nama : Zahara
Tempat tanggal lahir : Manado, 29 Maret 1988
Pekerjaan : Mahasiswi
Alamat : Jln. Arielasut, Kec Singkil, Kel Ternate Baru, lingkungan IV No 85

2. Deskripsi Kasus
           Zaa adalah seorang mahasiswi Semester II disebuah fakultas Negeri, mulanya dia adalah sosok gadis yang ceriah, suka bergaul dan selalu aktive dalam berinteraksi dalam sebuah diskusi, orangnya sederhana akan tetapi memiliki berat badan yang kurang ideal. Dalam bila berinteraksi dengan teman-temannya dia suka minder karena melihat postur tubuhnya yang besar. Hal inilah yang memicu Zaa untuk menggunakan obat-obat pelangsing tubuh, mengurangi porsi makannya secara drastis, bahkan pernah mencoba untuk tidak makan selama 3 hari. Hal ini dia lakukan demi mendapatkan sosok tubuh yang ideal seperti temannya. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang sehingga membuat dia mengalami gangguan makanan. Kondisi lemah yang dihasilkan dari menahan lapar selama beberapa hari sehingga mengantarkan dia pada titik puncak kelaparan. Sehingga memicu napsu makan dari Zaa untuk menyantap makanan sebanyak-banyaknya. Namun karena takut tubuhnya lebih melar dia mencoba untuk mengeluarkan makanan yang telah masuk kedalam perutnya. Baik itu keluar dengan cara sendirinya maupun karena dipaksa. Lama kelamaan hal ini sudah menjadi kebiasaan. Dari sini karakternya sudah mulai berubah, dia jadi pendiam, mudah marah akan tetapi dia juga mudah merasa bersalah, dia juga sudah kadang berdiskusi kelompok karena kondisi fisiknya yang cepat lelah. sampai akhirnya dokter memvonis dia menderita penyakit Bulimia Nervosa atau mengalami gangguan makanan.


BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bulimia Nervosa
          Bulimia nervosa merupakan suatu kelainan dengan cirri terjadi peristiwa secara berulang, dimana seseorang banyak makan tetapi kemudian mengeluarkannya kembali (memuntahkan makanan tersebut atau menggunakan obat pencahar peluruh kemih atau kedua-duanya), diet yang berlebihan atau melakukan gerak tubuh secara berlebihan untuk menghilangkan akibat banyak makan (Halgin & Whitbhourne, 1994).

B. Penderita Bulimia Nervosa
          Biasanya Bulimia nervosa diderita oleh remaja 14-18 tahun (seperti yang terjadi pada usia Zaa) dan ada beberapa orang yang mengalaminya pada umur-umur yang lebih muda maupun yang lebih tua. Kebanyakan memang diderita oleh remaja putri, tetapi ada beberapa kasus yang terjadi pada remaja putra. Menurut penelitian pengidap gangguan ini sebanyak 90-95% diderita oleh remaja putri dan banyak ditemukan pada golongan sosial ekonomi menengah keatas (www.iqeq.web.id).

C. Penyebab Bulimia Nervosa
          Ketika memasuki masa remaja, khususnya masa pubertas, remaja menjadi sangat perhatian atas pertambahan berat badan mereka. Terjadi perubahan fisiologis tubuh yang kadang kala mengganggu. Biasanya ini terjadi pada remaja putri dari pada remaja putra. Bagi remaja putri mereka mengalami pertambahan jaringan lemak sehingga mereka mudah untuk gemuk apabila mengkonsumsi makanan berkalori tinggi. Berdasarkan penjelasan biologis karena pada masa remaja hormon seksual progesterone dan estradiol sudah mulai aktif, kedua hormon ini mempengaruhi pemasukan kalori dan berat badan. Kalau dulu makan apapun tidak berefek bagi badan tetapi setelah pubertas , baru makan coklat sepotong saja berat badan terasa naik 1 kg.
          Zaa adalah salah satu dari remaja putri yang mengalami gangguan makanan seperti yang diatas, yaitu orang yang memiliki masalah dengan body imagenya, artinya Zaa sudah memiliki Mind set (pemikiran terpatri otak) bahwa tubuhnya gemuk, banyak lemak disana-sini, tidak seksi seperti teman-temannya dan lain-lain yang intinya tidak sedap dipandang mata dan tidak semanarik tubuh teman-temannya. Akibat pemikiran yang sudah terpatri ini Zaa melihat tubuhnya terkesan gemuk padahal kenyataannya justru berat badannya semakin turun sehingga akhirnya menjadi sangat kurus. Zaa akan selalu dihantui rasa bersalah manakala banyak makan karena hal itu akan mengakibatkan berat badannya naik.
Masalah Body menyebabkan remaja menjadi tidak percaya diri dan sulit untuk menerima kondisi dirinya. Mereka beranggapan bahwa kepercayaan diri akan tumbuh kalau mereka juga memiliki tubuh yang sempurna. (sempurna disini adalah kurus). (www.rader.com).

D. Gejala-gejala Bulimia Nervosa
          Gejala-gejala yang Nampak pada penderita Bulimia Nervosa, diantaranya adalah gejala yang dialami oleh Zaa :
 Zaa mengkonsumsi makanan secara terus menerus dan mengkonsumsi dengan cepat sejumlah makanan yang relative banyak ketika kehilangan control diikuti oleh keadaan yang sangat membahayakan seperti mengeluarkan kembali makanan, diet yang berlebihan, dan gerak tubuh yang berlebihan.
 Zaa sangat memiliki keinginan untuk kurus, dan selalu merasa gemuk meskipun berat badannya dibawah ukuran normal.
 Kehilangan berat badan yang sangat nyata
 Berhenti menstruasi tiga bulan berturut-turut atau lebih padahal dalam kondisi tidak hamil.
 Zaa sering mengalami rasa kecapean dan lemah.

E. Dampak yang ditimbulkan dari Bulimia Nervosa
          Mungkin jika digolongkan penyakit yang diderita oleh Zaa ini belum termasuk dalam Bulimia Nervosa berat atau bisa dikatakan Zaa bukan penderita berat. Namun apabila tidak dicegah akan berdampak pada kemungkinan-kemungkinan yang lebih parah.
          Beberapa penderita bulimia nervosa dapat menurunkan berat badannya antara 25-50% dari berat badan mereka. Jika gangguan bulimia ini tidak segera ditangani maka akan membawa dampak masalah baik secara fisik maupun psikis yang serius, bahkan kasus yang terparah menyebabkan kematian.
Dampak fisik yang umumnya terjadi pada penderita Bulimia :
 Kehilangan nafsu makan, hingga tidak dapat mengkonsumsi makanan apapun
 Luka pada tenggorokan dan infeksi saluran pencernaan akibat terlalu sering memuntahkan makanan (pada kasus yang disertai bulimia)
 Lemah dan tidak bertenaga
 Sulit berkonsentrasi
 Adanya gangguan menstruasi
 Kematian

          Dampak fisik juga secara tidak langsung juga akan mempengaruhi kondisi psikis seseorang sehingga masalah psikologis yang muncul adalah :
 Perasaan tidak berharga
 Sensitive, mudah tersinggung dan mudah marah
 Mudah merasa bersalah
 Kehilangan minat untuk berinteraksi dengan orang lain dan menarik diri dari lingkungan
 Tidak percaya diri, canggung berhadapan dengan orang banyak
 Cenderung berbohong untuk menutupi perilaku makanannya.
 Minta perhatian orang lain.
 Depresi (sedih terus menerus)

F. Pencegahan dan penanganan Bulimia Nervosa
          Biasanya penderita apabila sudah parah, akan sulit sekali untuk disembuhkan bahkan tidak jarang yang berakhir dengan kematian. Untuk itu diperlukan tindakan-tindakan pencegahan agar tidak mengalami ganguan tersebut :
 Makan secara normal, diet yang seimbang sejak usia muda
 Adakan diskusi keluarga tentang bulimia nervosa sebelum anak-anak menjadi remaja. Mereka yang mengetahui kondisi ini dan konsekuansinya tentu tidak akan suka menderita akbat kelainan tersebut.
 Bila ingin mengurangi berat badan, mulailah program pengurangan berat badan dengan bantuan seorang ahli gizi atau lakukan sendiri sesudah membaca tentang cara yang baik untuk melakukan diet.

          Pengertian tubuh ideal perlu kita kaji lagi, apakah memiliki tubuh yang kurus, langsing atau seksi menurut gambaran masyarakat? Rasanya tidak ada yang lebih ideal dibandingkan dengan memiliki tubuh yang sehat. Apabila kita kurus, langsing dan seksi akan tidak berguna apabila pada kenyataanya menyiksa diri dan akhirnya malah sakit. Tetapi menjadi tidak baik pula kalau akhirnya kita memanjakan diri kita dengan aneka makanan sehingga berat badan berlebih dan malah beresiko tinggi untuk terkena penyakit. Oleh sebab itu lebih baik mengatur pola makan yang seimbang agar dapat mencapai tubuh yang ideal yaitu sehat. Jika remaja ingin mendapatkan tubuh yang sehat yaitu kurus tetapi tetap fit atau gemuk tetapi tetap lincah dan segar, maka ada beberapa hal yang dapt dilakukan :
 Konsultasi dengan dokter atau ahli gizi untuk mendapatkan pola makanan yang seimbang
 Olah raga yang teratur
 Tidur secukupnya
 Tidak mengkonsumsi obat-obatan yang tidak perlu.
 Selalu berpikir positif. 

BAB IV
PENUTUP

A. Keismpulan
          Dari uraian diatas Penulis dapat menarik satu kesimpulan bahwa Bulimia Nervosa atau biasa juga disebut dengan binge eating-purguing yang merupakan jenis penyakit ganguan makanan menyebabkan kondisi fisik yang tidak stabil. Artinya kelaparan yang diperlukan untuk kurus mengakibatkan makan berlebihan selanjutnya. Penderita berat akan berdampak sampai kepada kematian.

B. Saran
          Hindari penyakit ini sebelum diri anda mengalaminya, dan apabila anda telah mengalami atau menderita penyakit ini, lakukanlah langkah-langkah yang ada pada cara pencegahan penyakit bulimia nervosa.

DAFTAR PUSTAKA

 Shalahuddin, Pengantar Psikologi Umum; Bina Ilmu, Surabaya. 1991
 Santrrock, Perkembangan Masa Hidup, Erlangga, Jakarta. 2002
 Munandir, Bimbingan dan Konselinng Pribadi, IKIP Malang. 1989
 Richard, Pengantar Psikologi, Interaksara, Batam.
 www.iqeq.web.id.2001. Bulimia Pada Remaja Putri
 www.rader.com. 2001. Eating Disorder

Sabtu, 06 November 2010

RUANG LINGKUP USHUL FIQH

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

          Pada waktu Nabi Muhammad SAW masih hidup, segala persoalan hukum yang timbul langsung ditanyakan kepada beliau. Beliau memberikan jawaban hukum dengan menyebutkan ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam keadaan tertentu yang tidak ditemukan jawabannya dalam Al-Qur’an, beliau memberikan jawaban melalui penetapan beliau yang disebut hadist atau sunnah Al-Qur’an dan penjelasannya disebut “Sumber pokok hukum Islam”
          Bila para sahabat Nabi menemukan kejadian yang timbul dalam kehidupan mereka dan memerlukan ketentuan hukumnya, mereka mencari jawabannya dalam Al-Qur’an. Bila tidak menemukan jawabannya secara harfiah dalam Al-Qur’an maka mereka mencobanya dengan mencari dalam koleksi hadist Nabi. Bila dalam hadist Nabi tidak juga ditemukan jawabannya, maka mereka menggunakan daya nalar yang dinamakan ijtihad. Dalam berijtihad itu mereka mencari titik kesamaan dari suatu kejadian yang dihadapinya itu dengan apa-apa yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan hadist. Mereka selalu mendasarkan pertimbangan dalam usaha memelihara kemashlahatan umat. “Yang menjadi dasar penetapan hukum syara”
          Dengan cara seperti itulah, Muaz Ibnu Jabal memberikan jawaban kepada Nabi dalam dialog diantara keduanya sewaktu Muaz diutus Nabi ke Yaman untuk menduduki jabatan Qadhi.
          Nabi : “Bagaimana cara anda menetapkan suatu hukum bila kepada anda dihadapkan perkara yang memerlukan ketetapan hukum?”
Muaz : “Aku menetapkan hukum berdasarkan Kitab Allah.”
Nabi : “Bila anda tidak menemukan dalam Kitab Allah?”
Muaz : “Aku menetapkan hukum dengan sunnah Nabi.”
Nabi : “Bila dalam sunnah, anda juga tidak menemukannya?”
Muaz : “Aku melakukan ijtihad dan aku tidak gegabah dalam ijtihadku.”
Jawaban Muaz dengan urut-urut seperti itu mendapat pengakuan dari Nabi Muhammad SAW. Kemudian para ulama Mujtahid merasa perlu menetapkan dan menyusun kaidah yang dijadikan pedoman dalam merumuskan hukum dari sumber-sumbernya dengan memperhatikan asas dan kaidah yang ditetapkan ahli bahasa yang memahami dan menggunakan bahasa arab secara baik.
Kaidah dalam memahami hukum Allah dari sumbernya itulah yang disebut Ushul Fiqih.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIA USHUL FIQH
          Untuk mengetehui arti ushul fiqh harus diketahui arti “ushul” dan “fiqh”, ushul fiqh terdiri atas dua kata yang masing-masing mempunyai pengertian luas yaituushul ( ) dan fiqh( ).Dalam bahsa arab,ushul merupakan jamak dari ashl ( ) yang mengandung arti “fondasi sesuatu, baik bersifat materi ataupun non materi”.Dalam pengertian lain, ushul ialah sumber atau dalil. Fiqh ialah mengetahui hukum-hukum syara tentang perbuatan orang mukkallaf, sperti hukum wajib, haram, mubah, sah atau tidaknya suatu perbuatan dan lain-lain. Orang yang mengetahui hukum-hukum itu disebut faqih.
          Hukum-hukum tersebut ada sumbernya (dalilnya), yaitu Al-Qur’an, hadist, ijma’ dan qiyas. Secara terminologi, kata Ashl mempunyai beberapa pengertian yaitu:
1. Dalil/ : (Landasan hukum), seperti ungkapan para ulama ushul fiqh, “Ashl dari wajibnya sholat adalah firman Allah dan sunnah Rasul”. Maksudnya yang menjadi kewajiban sholat adalah ayat Al-Qur’an dan sunnah.
2. Qa’idah/ : (Dasar fondasi), seperti sabda Rasul SAW :
           Artinya : Islam itu didirikan atas lima ushul (dasar atau fondasi).
3. Rajih/ : (Yang kuat), seperti ungkapan para ahli ushul fiqh:
           Artinya : yang terkuat dari (kandungan) suatu ungkapan adalah arti hakikatnya.
Maksudnya, setiap perkataan yang didengar/dibaca, akan menjadi patokan adalah makna hakikat dari perkataan itu. Contoh lain dikatakan ulama ushul fiqh,
          Artinya : Al-Qur’an itu dasar dari qiyas.
Maksudnya, Al-Qur’an itu lebih kuat dari qiyas. Bisa juga diartikan : Al-Qur’an itu menjadi dasar dari qiyas.
4. Far’ul/ : (cabang), seperti ungkapan para ungkapan para ushul fiqh:
          Artinya : anak adalah cabang dari Allah
5. Mustasshab/ : (memperlakukan hukum-hukum yang ada sejak semula, selama tidak ada dalil yang merubahnya).
          Misalnya: seseorang yang telah berwudhu meragukan apakah ia masih suci atau sudah batal wudhunya. Tetapi, ia merasa yakin betul belum melakukan sesuatu yang membatalkan wudhu. Atas dasar keyakinan ini, ia tetap dianggap suci (masih berwudhu).
          Dari kelima pengertian ushul secara bahasa tersebut, maka pengertian yang biasa digunakan dalam ilmu ushul fiqh adalah dalil, yaitu dalil-dalil fiqh.
          Kata “fiqh” ( ) secara etimologis berarti paham / pemahaman yang mendalam, yang membutuhkan pengarahan potensi akal. Pengertian ini dapat ditemukan dalam surat thaha 20 : 27-28 yang berbunyi
Artinya : dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka memahami perkataanku.
          Pengertian fiqh secara etimologi ini juga ditemukan dalam surat An-Nisa, 4 : 27 dan Hud, 11 : 91 kemudian pengertian yang sama juga terdapat dalam sabda Rasulullah SAW :
Artinya : apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang, maka ia akan memberikan pemahaman agama (yang mendalam). (H.R. Al-Bukhari-Muslim, Ahmad bin Hanbal, Al-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
          Fiqh menurut istilah ialah ilmu syariat. Para fuqaha (jumhur mutaakhirin) mentakrifkan fiqh dengan “ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang diperoleh dari dalil-dalil yang tafshil”
Arabia dikatakan hukum syari’ah maksudnya ialah : hukum-hukum fiqh yang berpautan dengan masalah-masalah amaliyah, yang dikerjakan oleh para mukallak, yakni diambil, dikeluarkan dari dalil-dalilnya syar’i yang menjadi objek ushul fiqh
          Dalam mendefinisikan ushul fiqh sebagai salah satu bidang ilmu, terdapat dua definisi yang dikemukakan ulama syafi’iyyah dan jumhul ulama. Ulama syafi’iyyah mendefinisikan ushul fiqh sebagai berikut :
Artinya : mengetahui dalil-dalil fiqh secara global dan cara menggunakannya (mujtahid)
          Mengetahui keadaan orang yang menggunakannya (mujtahid). Definisi ini menggambarkan bahwa yang menjadi objek kajian para ulama ushul fiqh adalah dalil-dalil yang bersifat ij’mali (global, seperti kehujjaha ij’ma dan qiyas). Ushul fiqh juga membahas bagaimana cara meng-istinbath-kan hukum dari dalil-dalil seperti kaidah mendahulukan hadist mutawatir dan hadist ahad dan mendahulukan nash dari zhahir. Dalam ushul fiqh juga dibahas pula syarat-syarat orang yang menggali hukum dari dalil. Menurut ulama syafi’iyyah ushul fiqh juga membahas syarat-syarat mujtahid dan persoalan yang berkaitan dengan masalah taklid.
Jumhur ulama ushul fiqh yang terdiri atas ulama hanafiyah, malikiyyah, dan hanabilah mendefinisikan ushul fiqh dengan :
          Artinya : mengetahui kaidah-kaidah kulli (umum) yang dapat digunakan untuk meng-istinbath-kan hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliyah melalui dalil-dalilnya yang rinci.
Definisi yang dikemukakan jumhur ulama ini, menekankan bahwa ushul fiqh adalah bagaimana menggunakan kaidah-kaidah umum ushul fiqh, contohnya:
1. Al-Qur’an dan sunnah adalah dalil yang dapat dijadikan hujjah
2. Dalil yang berstatus nash didahulukan dari zahir
3. Hadist mutawatir lebih didahulukan dari hadis ahad
4. Kaidah umum perintah itu mengandung kewajiban
5. Kaidah lainnya larangan itu mengandung keharaman
          Dari kaidah-kaidah umum ini terkandung hukum-hukum rinci yang tidak terhitung jumlahnya. Ahli fiqh tidak mempersoalkan dalil dan kandungannya sehingga dapat ditetapkan kaidah-kaidah kulli

B. RUANG LINGKUP USHUL FIQH
1. Pokok Pembahasan ushul fiqh.
          Bertitik tolak dari defenisi ushul fiqh yang disebutkan diatas maka bahasan pokok ushuil fiqh itu adalah tentang;
a). dalil-dalil atau sumber hukum syara’;
b). hukum-hukum syara yang terkandung dalam dalil itu;
c). kaidah-kaidah tentang usaha dan cara mengeluarkan hukum syara’ dari dalil atausumber yang mengandungnya.
          Dalam membicarakan sumber hukumdibicarakan pula kemungknan terjadinya benturan antaradalil-dalil dan cara menyelesaikannya. Dibahas pula tentang orang-orang yang berhak dan berwenang menggunakan kaidah atau metoda dalam melahirkan hukuim syara’ tersebut.hal ii memunculkan pembahasan tentang ijtihad dan mujtahid. Kemudian membahas mengenai tindakan dan usaha yang dapat ditempuh orang-orang yang tidakmempunyai kemampuan dan kemungkinan berijtihad atau pembahasan tentang taklid dan hal-hal lain yang berhubungan denganya.
          Dalam sistematika penyausunan pokok-pokok bahasan terdapatperbedaan yang disebabkan perbedaan arahdan penekana diri beberapa pkok bahasan tersebut.
2. Objek Kajian Ushul Fiqh
          Berdasarkan kedua definisi yang dikemukakan oleh para ulama ushul fiqh di atas, Muhammad al-Zuhaili (ahli fiqh dari Syiria), menyatakan bahwa yang menjadi objek kajian ushul fiqh yang membedakan dari kajian fiqh, antara lain adalah :
a. Sumber hukum Islam atau dalil-dalil yang digunakan dalam menggali hukum syara’ baik yang disepakati (seperti kehujahan Al-Qur’an dan sunnah), maupun yang diperselisihkan (seperti kehujahan istihsan dan mashlahah al-mursalah)
b. Mencarikan jalan keluar dari dalil-dalil yang secara zhahir dianggap bertentangan, baik melalui al-jam’u wa al-taufiq (pengkompromian dalil), tarjih (menguatkan salah satu dari dalil-dalil yang bertentangan), naskh, atau tasaqaut al-dalilain (pengguguran kedua dalil yang bertentangan). Misalnya, pertentangan ayat dengan ayat, ayat dengan hadist, atau pertentangan hadis dengan pendapat akal.
c. Pembahasan ijtihad, syarat-syarat, dan sifat-sifat orang yang melakukannya (mujtahid), baik yang menyangkut syarat-syarat umum, maupun syarat-syarat khusu keilmuan yang harus dimiliki mujtahid.
d. Pembahasan tentang hukum sayar’, yang meliputi syarat-syarat dan macam-macamnya, baik yang bersifat tuntutan untuk berbuat, tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan, memilih anatar berbuat atau tidak, maupun yang berkaitan dengan sebab, syarat, mani’, batal / fasad, azimah dan rukhsah.
e. Pembahasan tentang kaidah-kaidah yang digunakan dan cara menggunakannya dalam meng-istinbath-kan hukum dari dalil-dalil, baik melalui kaidah bahasa maupun melalui pemahaman terhadap tujuan yang akan dicapai oleh suatu nash.
3. Tujuan dan Kegunaan Ushul Fiqh
          Para ulama ushul fiqh menyimpulkan bahwa tujuan utama ushul fiqh adalah mengetahui dalil-dalil syara’ yang menyangkut persoalan aqidah, ibadah mu’amalah, ‘uqubah, dan akhlak.oleh sebab itu,para ulama ushul fiqh menyatakan bahwa ushul fiqh bukan merupakan “tujuan”, melainkan sebagai “sarana” untuk mengetahui hukum-hukum allah pada setiap kasus yang diperoleh melalui kaidah-kaidah ushul fiqh tersebut.
          Secara sistematis para ulamsa fiqh mengemukakan kegunaan ilmu ushul fiqh yaitu antara lain untuk:
1) Mengetahui kaidah-kaidah dan cara-cara yang digunakan mujtahid dalam memperoleh hukum melalui metode ijtihad yang mereka susun.
2) Memberikan gambaran mengenai syarat- syarat yang harus dimiliki seoramg mujtahid , sehingga adngan tap[at dia dapat menggali hukum-hukum syara’ dan nash; Disamping itu, bagi asyarakat awam, melalui ushul fiqh mereka dapat mengerti bagaimana para mujtahid menetapkan hukum sehingga dengan mantap mereka daptmempedomani dan mengamalkannya.
3) Menentukan hukum melalui berbagai metode yang dikembangkan para mujtahid, sehingga berbagai persoalan baru yang secara lahirbelum ada dalam nash; dan belum ada ketetapan hukumnya.
4) Memelihara agama dari penyalagunaan dalil yang mungkin terjadi.dalam pembahasan ushul fiqh, sekalipun suatu hukum diperoleh melalui hasil ijtihad, statusnya tetap mendapat pengakuan syara’. Melalui usul fiqh juga para peminat hukum Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli yang hasrus dipedomani, dan mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat sekunder dan berfungsi untuk mengembangkan syariat sesuai dengan kebutuhan masyarakat islam.
5) Menyusun kaidah-kaidah umum yang dapat diterapkan guna menetapkan hukum dari berbagai persoalan sosial yang terus berkembang. Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam berijtihad, sehingga para peminat hukum islam dapat melakukan tarjih (penguatan) salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan alasannya.

4. Sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ushul Fiqh
          Pertumbuhan Ushul Fiqh tidak terlepas dari perkembangan hukum Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Sampai pada masa tersusunnya ushul fiqh sebagai salah satu bidang ilmu pada abad ke-2 Hijriyah. Di zaman Rasulullah SAW, sumber hukum Islam hanya dua, yaitu Al-Qur’an dan sunnah. Apabila muncul suatu kasus, Rasulullah SAW menunggu turunnya wahyu yang menjelaskan hukum kasus tersebut. Apabila wahyu tidak turun, maka beliau menetapkan hukum kasus tersebut melalui sabdanya yang kemudian dikenal dengan hadis dan sunnah.
          Dalam menetapkan hukum dari berbagai kasus, di zaman Rasulullah SAW, yang tidak ada ketentuannya dalam Al-Qur’an, para ulama ushul fiqh menyimpulkan bahwa ada isyarat bahwa Rasulullah SAW, menetapkannya melalui ijtihad.
          Hasil ijtihad Rasulullah SAW ini secara otomatis menjadi sunnah sebagai sumber hukum dan dalil bagi umat Islam. Dalam berbagai kasus, Rasulullah SAW juga menggunakan qiyas ketika menjawab pertanyaan para sahabat. Misalnya, beliau menggunakan qiyas ketika menjawab pertanyaan Umar Ibnu al-Khattab tentang batal tidaknya puasa seseorang yang mencium istrinya. Rasulullah SAW ketika itu bersabda:
          Artinya : “apabila kamu berkumur-kumur dalam keadaan puasa, apakah puasamu batal?” Umar menjawab, ‘Tidak apa-apa’ (tidak batal). Rasulullah SAW kemudian bersabda, “maka teruskan puasamu.” (H.R. al-Bukhari, Muslim, dan Abu Daud)
          Dalam hadis ini, menurut para ulama ushul fiqh, meng-qiyas-kan hukum mencium istri dalam keadaan berpuasa dengan hukum berkumur-kumur bagi orang yang berpuasa. Jika berkumur-kumur tidak membatalkan puasa, maka mencium istri pun tidak membatalkan puasa.
Cara rasulullah SAW dalam menetapkan hukum inilah yang nenjadi bibit munculnya ilmu ushul fiqh.karenanya, para ulama ushul fiqh menyatakan bahwa ushul fiqh ada bersamaan dengan hadirnya “fiqh”, ayitu sejak zaman rasululah SAW. Bibit ini semakin jelas di zaman para sahabat karma wahyu dan sunnah tidak adalagi, sementara persoalan yang mereka hadapi semakin berkembang.
          Ali ibnu abi thalib juag n\melakukan ijtihad dengan menggunakan qiyas, yaitu meng-kiyas-kan hukuman orang yang meminum khamar dengan hukuman orang yangmelakukan qadsaf (menuduh orang lain berbuat zina). Alas an ali bin abi thalibadalah bahwa seseorang yang mabuk karma meminum hamar akan mengigau. Apabila kamu mangigau, maka ucapannya tidak bisa dikontrol dan akan menuduh oranglain berbuat zina.hukum bagi pelaku qadsaf adalah 80 kali dera.oleh sebab itu, huluman orang yang meminum khamar sama denga hukuman menuduh orang lain berzina.
5 Aliran-aliran Ushul Fiqh
          Dalam sejarah perkembangan ushul fiqh dikenal dua aliran ushul fiqh yang berbeda. Perbedaan ini muncul akibat perbedaan dalam membangun teori masing-masing yang digunakan dalam menggali hukum islam.
• Aliran syafi’yyah dan jumhur Mutakallimin (ahli kalam).
          Aliran ini membangunushul fiqh mereka secara teoritis, menetapkan kaidah-kaidah dengan alas an yang kuat, baoik dari naqli(Al-qur’an dan sunnah) maupun dari aqli(akal pikiran) tanpa terpengaruh oleh masalah-masalah furu’ (masalah keagamaan yang tidak pokok).
          Kitab ushul fiqh standar dalam aliran Syafi’iyyah/Mutakallalimin ini adalah: Al-Risalah yang disusun oleh imam Al-Syafi’I,kitab al-mu’tamat,disusun oleh abu Al-husain Muhammad Ibn ‘Ali al-bashri,kitab Al-Burhan fi al-ushul al-fiqh,disusun oleh Imam Al-haramainal- juwaini, dan tiga rangkaian kitab ushul fiqh imam abu hamid al- gazali, yaitu :al-mankhul min ta’liqat al-ushul;syifa’ al-ghalil fi Bayan al-sya’ban wa al-mukhil wa masalik al-ta’lil;dan al-mustashfa’ fi ilm al-ushul.
          Sekalipun kitab ushul fiqh dalam aliran Syafi’iyyah/Mitakallim cukup banyak ,tetapi yang menjadi sumber dan standar dalam alioran ini adalah kitab ushul fiqh tersebut diatas.
• Aliran fuqaha’,
          Yang dianut oleh ulama-ulama mazhab Hanafi.Dinamakan aliran fuqaha’ ,karna aliran ini dalam membamgun teori ushul fiqhnya banyak dipengaruhi oleh masalah furu’ dalam maazhab mereka.Dalam menetapkqan teori tersebut,apabila terdapat pertentangan antara kaidah yang ada dengan hokum furu’,maka kaidah tersebut diubah dan disesuaikan dengan hokum furu’ tersebut.
6. Keterkaitan Ushul fiqh dan Fiqh
          Fiqh dan Ushul merupakan bahasan terpisah, namun saling berkaitan. Pada waktu menguraikan sesuatu ketentuan tentang fiqh, untuk menguatkan bahasannya, sering disertai penjelasanmengenai kanapa ketentuan itu begitu adanya,sehingga memasuki lapangan pembahasa ushul fiqh. Demikian pula waktu membicarakan ushul fiqh, untuk lebih memperjelas bahasannya dikemukakan contoh-contoh yang berada dalam lingkupbahasan fiqh.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

          Ushul fiqh merupakan cabang ilmu pengetahuan yang akan memberikan suatu keputusan hukum bagi para pencari syara dan sumber ketentuan dalil dalam mengahadapi masalah kehidupan. Cabang ilmu ini tentunya akan memberikan penjelasan kepada umat islam dalam menghadapi masalah dalam berbagai aspek kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

Haroen Nasrun, ushul fiqh : Wacana ilmu dan pemikiran, Jakarta, Logos,Publishing House,1996.
Khallaf Abdul Wahab, Ilmu ushul fiqh, semarang;Dina utama semarang, 1994.
Syarifudin Amir, Ushul fiqh jilid 1, Jakarta :Logos WacanaILmu, 1997.