Minggu, 07 November 2010

PERADABAN ISLAM

PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN


          Subjek tentang asal-usul, kedatangan, dan penyebaran Islam pada masa awal di Indonesia, merupakan pembahasan klasik yang terus berlanjut sampai sekarang ini. Berbagai preposisi, argument dan teori yang diajukan para ahli diseputar tema ini bisa dipastikan akan terus menjadi pembahasan para peneliti khususnya, mengingat temuan para peneliti.
          Terlepas dari perdebatan yang terus berlangsung itu, satu argumen penting dikemukakan bahwa proses islamisasi di Indonesia harus dipahami sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari dinamika dan perubahan yang terjadi dalam dunia Islam secara global, dan bahkan dengan dunia-dunia lain. Namun pada saat yang sama, proses islamisasi dan intensifikasi pembentukan identitas dan tradisi Islam di Nusantara mestilah memperhitungkan historiografi lokal. Untuk itu dalam Makalah ini Penulis mengangkat beberapa permasalahan yang tentunya akan dibahas dalam makalah ini. Diantaranya ;
1. Bagaimana cara kedatangan Islam di Indonesia ?
2. Apa saja kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Indonesia ?
3. Bagaimana Peradaban Islam di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN

A. KEDATANGAN ISLAM DI INDONESIA
1. Kondisi Dan Situasi Politik Kerajaan-Kerajaan Di Indonesia
          Cikal bakal kekuasaan Islam telah dirintis pada periode abad 1-5 H/7-8 M, tetapi semuanya tenggelam dalam hegemoni maritime Sriwijaya yang berpusat di Palembang dan kerajaan Hindu-Jawa seperti Singasari dan Majapahit di Jawa Timur. Pada periode ini para pedagang dan Mubaliq Muslim membentuk komunitas-komunitas Islam. Mereka memperkenalkan Islam yang mengajarkan toleransi dan persamaan derajat diantara sesama, sementara ajaran Hindu Jawa menekankan perbedaan derajat manusia. Ajaran Islam ini sangat menarik perhatian penduduk setempat karena itu, Islam tersebar di kepulauan Indonesia terhitung cepat, meski dengan damai.
          Masuknya Islam kedaerah-daerah di Indonesia tidak dalam waktu yang bersamaan. Di samping itu keadaan politik dan sosial budaya daerah-daerah ketika didatangi Islam juga berlainan. Pada abad ke-7 sampai ke-10 M, kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya ke daerah Semenanjung Malaka sampai Kedah. Hal itu erat hubungannya dengan usaha penguasaan Selat Malaka yang merupakan kunci bagi pelayaran dan perdagangan Internasional. Datangnya orang-orang Muslim kedaerah itu sama sekali belum memperlihatkan dampak-dampak politik, karena mereka datang memang hanya untuk uasaha pelayaran dan perdagangan. Keterlibatan orang-orang Islam dalam bidang politik baru terlihat pada abad ke-9 M, ketika mereka terlibat dalam pemberontakan petani-petani Cina terhadap kekuasaan T’ang pada masa pemerintahan kaisar Hi-Tsung (678-889). Akibat pemberontakan itu, kaum Muslimin banyak yang dibunuh. Sebagian lainnya lari ke Kedah, wilayah yang masuk kekuasaan Sriwijaya, bahkan ada yang ke Palembang dan membuat perkampungan Muslim disini. Kerajaan Sriwijaya pada waktu itu memang melindungi orang-orang Muslim diwilayah kekuasaannya.
          Kemajuan politik dan ekonomi Sriwijaya berlangsung sampai abad ke-12 M. Pada akhir abad ke-12 M, kerajaan ini mulai memasuki masa kemundurannya. Untuk mempertahankan posisi ekonominya, kerajaan Sriwijaya membuat peraturan cukai yang lebih berat bagi kapal-kapal dagang yang singgah kepelabuhan-pelabuhannya. Akan tetapi, usaha itu tidak mendatangkan keuntungan bagi kerajaan, bahkan justru sebaliknya karena kapal-kapal dagang asing seringkali menyingkir. Kemunduran ekonomi ini membawa dampak terhadap perkembangan politik.
          Kemunduran politik dan ekonomi Sriwijaya dipercepat oleh usaha-usaha kerajaan singasari yang sedang bangkit di Jawa. Kerajaan Jawa ini melakukan ekspedisi Pamalayu tahun 1275 M dan berhasil mengalahkan kerajaan Melayu di Sumatra. Keadaan itu mendorong daerah-daerah di Selat Malaka yang dikuasai kerajaan Sriwijaya untuk melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan tersebut.
          Kelemahan Sriwijaya dimanfaatkan pula oleh pedagang Muslim untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan politik dan perdagangan. Mereka mendukung daerah-daerah yang muncul dan daerah yang menyatakan diri sebagai kerajaan bercorak Islam, yaitu kerajaan Samudra Pasai dipesisir Timur Laut Aceh. Daerah ini sudah disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7 dan ke-8 M. Proses islamisasi tentu berjalan disana sejak abad tersebut. Kerajaan Samudra Pasai dengan segera berkembang baik dalam bidang politik maupun perdagangan.
          Karena kekacauan-kekacauan dalam negeri sendiri akibat perebutan kekuasaan di Istana, kerajaan Singasari juga selanjutnya, Majapahit tidak mampu mengontrol daerah Melayu dan Selat Malaka dengan baik, sehingga kerajaan Samudra Pasai dan Malaka dapat berkembang dan mencapai pusat kekuasaannya hingga abad ke-16.
          Di kerajaan Majapahit, ketika Hayam Wuruk dengan Patih Gajah masih berkuasa, situasi Politik pusat kerajaan memang tenang, sehingga banyak daerah dikepulauan Nusantara mengakui berada dibawah pelindungnya. Tetapi sejak Gajah Mada meninggal dunia (1364) dan disusul Hayam Wuruk (1389), situasi Majapahit kembali mengalami kegoncangan. Perebutan kekuasaan antara Wikramawhardana dan Bhre Wirabumi berlangsung lebih dari sepuluh tahun. Setelah Bhre Wirabumi meninggal, perebutan kekuasaan dikalangan istana kembali muncul dan berlarut-larut. Pada tahun 1468 M Majapahit diserang Girindrawardhana dari Kediri. Sejak itu, kebesaran Majapahit dapat dikatakan sudah habis. Tome Pires (1512-1515), dalam tulisannya Suma Oriental, tidak lagi menyebut-nyebut nama Majapahit. Kelemahan-kelemahan yang semakin lama memuncak akhirnya menyebabkan keruntuhannya.

2. Munculnya Pemukiman-Pemukiman Muslim Di Kota-Kota Pesisir
          Seperti disebutkan diatas, menjelang abad ke-13, dipesisir Aceh sudah ada pemukiman Muslim. Persentuhan antara penduduk pribumi dengan pedagang Muslim dari Arab, Persia dan India memang pertama kali terjadi di daerah ini. Karena itu, diperkirakan, proses islamisasi sudah berlangsung sejak persentuhan itu terjadi. Dengan demikian, dapat dipahami mengapa kerajaan Islam pertama di kepulauan Nusantara ini berdiri di Aceh yaitu kerajaan Samudra Pasai yang didirikan pada pertengahan abad ke 13 M. Setelah kerajaan Islam ini berdiri, perkembangan masyarakat Muslim di Malaka makin lama makin meluas pada awal abad ke 15 M, di daerah ini lahir kerajaan Islam, yang merupakan kerajaan Islam ke dua di Asia Tenggara. Kerajaan ini cepat berkembang, bahkan dapat mengambil alih dominasi pelayaran dan perdagangan dari kerajaan Samudra Pasai yang kalah bersaing. Lajurnya perkembangan masyarakat Muslim ini berkaitan erat dengan keruntuhan Sriwijaya.
          Setelah Malaka jatuh ketangan portugis (1511), mata rantai penting pelayaran beralih ke Aceh, kerjaan Islam yang melanjutkan kerajaan Samudra Pasai. Dari sini proses islamisasi dikerajaan Nusantara berlangsung lebih cepat dari sebelumnya. Untuk menghindari gangguan portugis yang menguasai Malaka, untuk sementara kapal-kapal memilih berlayar menelusuri pantai barat Sumatra. Aceh kemudian berusaha melebarkan kekuasaannya ke Selatan sampai ke-Pariaman dan Tiku. Dari pantai Sumatra kapal-kapal memasuki Selat Sunda menuju pelabuhan-pelabuhan di Pantai Utara Jawa.
          Berdasarkan berita Tome Pires (1512-1515), dalam Suma Oriental-Nya dapat diketahui bahwa daerah-daerah di bagian pesisir Sumatra Utara dan Timur Selat Malaka, yaitu dari Aceh sampai Palembang sudah banyak terdapat masyarakat dan kerajaan-kerajaan Islam. Akan tetapi, menurut berita itu, daerah-daerah yang belum, Islam juga masih banyak, yaitu Palembang dan daerah-daerah pedalaman. Proses Islamisasi ke daerah-daerah pedalaman Aceh, Sumatra Barat, terutama terjadi sejak Aceh melakukan ekspansi politiknya pada abad ke-16 dan 17 M.
          Sementara itu di Jawa, proses islamisasi sudah berlangsung, sejak abad ke-11 M, meskipun belum meluas, terbukti dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang berangka tahun 475 H (1082 M).
          Tome Pires juga meyebutkan bahwa di Jawa sudah ada kerajaan yang bercorak Islam, yaitu Demak dan kerajaan-kerajaan di daerah Pesisir Utara Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, disamping masih ada kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu.
          Melihat makam-makam Muslim yang terdapat di situs-situs Majapahit, diketahui bahwa Islam sudah hadir di Ibu Kota Majapahit sejak kerajaan itu mencapai puncaknya.
          Tome Pires memberi gambaran tentang bagaimana wilayah-wilayah pesisir Jawa berada di bawah pengaruh Muslim:
          Pada waktu terdapat banyak orang kafir di sepanjang pesisir Jawa, banyak pedagang yang biasa datang : orang Persia, Arab, Gujarat, Bengali, Melayu, dan bangsa-bangsa lain. Mereka mulai berdagang di negeri itu dan berkembang menjadi kaya. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mulah-mulah datang dari luar. Oleh karena itu, mereka datang dalam jumlah yang terus meningkat. Anak-anak orang kaya Muslim sudah menjadi orang Jawa dan kaya, karena mereka telah menetap di daerah ini sekitar 70 tahun. Dibeberapa tempat, raja-raja Jawa yang kafir menjadi Muslim, sementara para Mullah dan para pedagang Muslim mendapat posisi di sana. Yang lain mengambil jalan membangun benteng di sekitar-tempat-tempat mereka tinggal dan mengambil masyarakat pribuminya, yang berlayar di kapal-kapal mereka. mereka membunuh raja-raja Jawa serta menjadikan diri mereka sebagai raja. Dengan cara inilah, mereka menjadikan diri mereka sebagai tuan-tuan dipesisir itu. Serta mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di Jawa.
          Pegaruh Islam masuk ke Indonesia bagian Timur, khususnya daerah Maluku, tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbang pada pusat lalu lintas pelayaran International di Malaka, Jawa, dan Maluku. Menurut tradisi setempat, sejak abad ke-14 M, Islam datang ke daerah Maluku. Raja Ternate yang ke-12, Molomatea (1350-1357) bersahabat karib dengan orang Arab yang memberinya petunjuk dalam pembuatan kapal-kapal, tetapi agaknya bukan dalam kepercayaan. Hal ini menunjukan bahwa di Ternate sudah ada masyarakat Islam sebelum rajanya masuk Islam. Demikian juga di Banda, Hitu, Makyan dan Bacan. Menurut Tome Pires, orang masuk Islam di Maluku kira-kira tahun 1460-1465 M. hal itu sejalan dengan berita Antonio Galvo. Orang-orang Islam datang ke Maluku tidak menghadapi kerajaan-kerajaan yang sedang mengalami perpecahan sebagaimana halnya di Jawa. Mereka datang dan menyebarkan agama Islam melalui perdagangan, dakwah dan perkawinan.
          Kalimantan Timur pertama kali diislamkan oleh Datuk RI Bandang dan Tunggang Parangan. Kedua Mubalik itu datang ke Kutai setelah orang-orang Makasar masuk Islam. Proses islamisasi di Kutai di perkirakan terjadi sekitar tahun 175.
          Sulawesi, terutama bagian selatan, sejak abad ke-1 M sudah didatangi pedagang-pedagang Muslim, mungkin dari Malaka, Jawa dan Sumatra. Pada awal abad ke-16 M di Sulawesi banyak sekali orang yang masih beragama berhala. Akan tetapi pada abad ke-16 itu di daerah Gowa, sebuah kerajaan terkenal di daerah itu, telah terdapat masyarakat Muslim. Di Gowa dan Tallo raja-rajanya masuk Islam secara resmi pada tanggal 22 September 1605 M.

3. Saluran dan Cara-Cara Islamisasi di Indonesia
          Kedatangan Islam dan penyebaran kepada golongan bangsawan dan rakyat umumnya dilakukan secara damai. Apabila situasi politik suatu kerajaan megalami kekacauan dan kelemahan di sebabkan perebutan kekuasaan di kalangan keluarga Istana. Maka Islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan atau pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu. Mereka berhubungan dengan pedagang-pedagang Muslim yang posisi ekonominya kuat karena menguasai perdagangan dan pelayaran. Apabila kerajaan Islam sudah berdri, penguasannya melancarkan perang terhadap kerajaan non Islam. Hal itu bukanlah karena persoalan agama tetapi karena dorongan politis untuk menguasai kerajaan-kerajaan di sekitarnya.

          Menurut Uka Tjandrasamita, saluran-saluran islamisasi yang berkembang ada enam, yaitu :
1. Saluran Perdagangan
         Pada taraf permulaan, saluran islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalulintas perdagangan pada bad ke-7 sampai abad ke-16 M. membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian, tenggara dan timur benua Asia. Saluran islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham.
2. Saluran Perkawinan
         Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik dari pada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putra-putri bangsawan tertarik mejadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka diislamkan lebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar muslim dengan anak kaum bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja, adipati dan kaum bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses islamisasi.
3. Saluran Tasawuf
        Pengajar-pengajar Tasawuf, atau para Sufi, mengajarkan teosofi yang brcampur dengan ajran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Merka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhhkan. Diantara mereka ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan setempat. Dengan tasawuf “bentuk” Ilama yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra Islam itu adalah Hamzah Fansuru di Aceh. Syekh Lemah Abang dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran Mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19 bahkan diabad ke 10 M ini.
4. Saluran Pendidikan
        Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiyai-kiyai dan ulama-ulama. Di pesantren atau di pondok itu calon ulama, guru agama dan Kiyai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwah ketempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren giri ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan agama Islam.
5. Saluran Kesenian
          Saluran islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan Wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapakan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita yang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi didalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat-alat islamisasi seperti Sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.
6. Saluran Politik
          Di Maluku dan Sulawasi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politk rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Disamping itu, baik di Sumatra dan Jawa maupun di Indonesia bagian Timur, demi kepentingan poltik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan Non Islam. Kemenangan kerajaan-kerajaan Islam secara politis banyak menerima penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.

B. KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA

1. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Sumatra
a. Samudra Pasai
          Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Samudra Pasai yang merupakan kerajaan kembar. Kerajaan ini terletak di pesisir Timur laut Aceh. Kemunculannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke 13 M, sebagai hasil dari proses islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7, ke-8 M dan seterusnya. Bukti berdirinya kerajaan samudra pada abad ke 13 M itu didukung adanya nisan kubur tebuat dari granit asal Samudra Pasai. Dari nisan itu dapat diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Rhamadham tahun 696 H, yang bertepatan dengan tahun 1297 M.

b. Aceh Darussalam
          Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Besar . disini pula teletak ibu kotanya. Kurang begiti diketahui kapan kerajaan ini sebenarnya berdiri. Anas Machmud berpendapat, kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15 M, diatas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M). Dialah yang membangun kota Darus Aceh salam.

Ø Tumbuh dan berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Jawa :
1. Demak
          Sebagaimana telah dijelaskan diatas, perkembangan Islam di Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi raja Majapahit.
2. Pajang
          Kesultanan pajang adalah pelanjut dan dipandang sebagai pewaris kerajaan Islam Demak. Kesultanan yang terletak di daerah Kartasura sekarang itu merupakan kerajaan Islam pertama yang terletak di daerah pedalaman pulau Jawa. Usia kesultanan ini tidak panjang. Kekuasaan dan kebesarannya kemudian diambil alih oleh kerajaan Mataram.
3. Mataram
          Awal dari kerajaan Mataram adalah ketika Sultan Adiwijaya dari Pajang meminta bantuan kepada Ki Pamanahan yang berasal dari daerah pedalaman untuk menghadapi dan menumpas pemberontakan Aria Penangsang tersebut di atas. Sebagai hadiah atasnya, Sultan kemudian menghadiahkan daerah Mataram kepada Ki Pamanahan yang menurunkan raja-raja Mataram Islam kemudian.
4. Cirebon
          Kesultanan Cirebon adalah kerajaan Islam pertama di Jawa Barat. Kerajaan ini di dirikan oleh Sunan Jati. Di awal abad ke-16, Cirebon masih merupakan sebuah daerah kecil di bawah kekuasaan Pakuan Pajajaran.
5. Banten
          Sejak sebelum jaman Islam, ketika masih berada dibawah kekuasaan raja-raja Sunada (dari Pajajaran, Atau mugkin sebelumnya) Banten sudah menjadi kota yang berarti. Dalam tulisan sandi kuno, cerita Parahyangan, disebut-sebut nama Wahanten Girang. Nama ini dapat dihubungkan dengan Banten, sebuah kota pelabuhan di ujung barat pantai Jawa. Pada tahun 1524 atau 1525, Sunan Gunung Jati dari Cirebon, meletakan dasar bagi pengembangan agama dan kerajaan Islam serta bagi perdagangan orang-orang Islam disana.

Ø Tumbuh dan berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan, Maluku dan Sulawesi
1. Kalimantan
          Kalimantan terlalu luas untuk berada dalam satu kekuasaan pada waktu datangnya Islam. Daerah barat laut menerima Islam dari Malaya, daerah timur dari Makasar dan wilayah selatan dari Jawa.
a. Berdirinya kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan
          Tulisan-tulisan yang membicarakan tentang masuknya Islam di Kalimantan Selatan selalu mengidentikan dengan berdirinya kerajaan Banjarmasin. Kerajaan banjar merupakan kelanjutan dari kerajaan Daha yang beragama Hindu.
b. Kutai dikalimantan Timur
          Menurut Rislah Kutai, dua orang penyebar Islam tiba dikutai pada Masa pemerintahan Raja mahkota. Salah satu diantaranya adalah Tuan di Bandang, yang dikenal dengan Dato’ Ri banding dari Makasar, yang lainnya adalah Tuan Tunggang Parangan. Setelah pengislaman itu, Dato Ri bandang kembali kemakasar sementara Tuan Tunggang Parangan tetap di Kutai . Mulai dari sinilah raja Mahkota tunduk kepada keiman Islam. Setelah itu segera dibangun sebuah masjid dan pengajaran agama dapat dimulai. Yang pertamakali mengikuti pengajaran itu adalah Raja Mahkota Sendiri, kemudian pangeran, para mentri, panglima dan hulubalang dan akhirnya rakyat biasa.
2. Maluku
          Islam mencapai kepulauan rempah-rempah yang sekarang dikenal dengan Maluku ini pada pertengahan terakhir abad ke-15. sekitar tahun 1460 raja Ternate memeluk agama Islam. Nama raja itu adalah Vongi Tidore. Ia mengambil seorang istri keturunan Ningrat dari Jawa. Namun, H. J. de Graaf berpendapat, raja pertama yang benar-benar Muslim adalah Zayn Al-Abidin (1486-1500 M).
3. Sulawesi (Gowwa-Tallo, Bone, Wajo, Soppeng Dan Luwu)
          Kerajaan Gowa Tallo, kerajaan kembar yang saling berbatasan, biasanya disebut kerajaan Makasar. Kerajaan ini terletak disemenanjung Barat Daya Pulau Sulawesi yang merupakan daerah transito sangat strategis.

2. Hubungan politik dan keagaamaan antara kerajaan-kerajaan Islam
          Hubungan antara satu kerajaan Islam dengan kerajaan Islam lainnya pertama-tama memang terjalin karena persamaan agama. Hubungan itu pada mulanya, mengambil bentuk kegiatan dakwah, kemudian berlanjut setelah kerajaan-kerajaan Islam berdiri. Demikianlah misalnya antara Giri dengan daerah-daerah Islam di Indonesia bagian timur, terutama Maluku adalah dalam rangka penyebaran Islam itu pula Fadillah Khan dari pasai dating ke Demak, untuk memperluas wilayah kekuasaan ke Sunnada kelapa.
          Dalam bidang politik, agama pada mulanya dipergunakan untuk memperkuat diri dalam menghadapi pihak-pihak atau kerajaan-kerajaan yang bukan Islam, terutama yang mengancam kehidupan politik maupun ekonomi. Persekutuan antara Demak dengan Cirebon dalam menaklukan Banten dan Sunda Kelapa dapat diambil sebagai contoh. Contoh lainnya adalah persekutuan kerajaan-kerajaan Islam dalam menghadapi Portugis dan Kompeni Belanda yang berusaha memonopoli pelayaran dan perdagangan.
          Hubungan antara kerajaan-kerajaan Islam lebih banyak terletak dalam bidang Budaya dan keagamaan Samudra Pasai dan kemudian Aceh yang dikenal dengan serambi Mekkah menjadi pusat pendidikan dan pengajaran Islam. Dari sini ajaran-ajaran Islam tersebar ke seluruh pelosok Nusantara melalui karya-karya Ulama dan murid-muridnya yang menuntut ilmu kesana. Demikian pula hanya dengan Giri di Jawa timur terhadap daerah-daerah di Indonesia bagian timur. Karya-karya sastra dan keagamaan dengan segera berkembang di kerajaan-kerajaan Islam. Tema dan Isi karya-karya itu seringkali mirip antara satu dengan yang lain. Kerajaan islam itu telah merintis terwujudnya idiom kulktural yang sama, yaitu Islam hal ini menjadi pendorong terjadinya interaksi budaya yang makin erat.

3. Tiga pola “pembentukan Budaya” yang telihat dalam proses pembentukan Negara: Aceh, Sulawesi Selatan dan Jawa.
         Dalam rentan waktu sejak lahir abad ke tiga belas, ketika Samudra Pasai berdiri, sampai abad ke-17, disaat istana Gowa Tallo resmi mengatur Islam, menurut taufik Abdullah, setidaknya tiga pola pembentukan budaya “, yang memperlihatkan bentuknya dalam proses pembentukan Negara telah telah terjadi. Ketiga pola itu adalah ;
1. Pola Samudra Pasai
         Lahirnya kerajaan Samudra Pasai berlangsung melalui perubahan dari Negara yang segmenter ke Negara yang terpusat. Sejak awal perkembangannya, Samudra Pasai menunjukan banyak pertanda dari pembentukan suatu Negara baru. Kerajaan ini tidak saja berhadapan dengan golongan-golongan yang belum ditundukan dan diislamkan dari wilayah pedalaman, tetapi juga harus menyelesaikan pertentangan polotik serta pertentangan keluaraga yang berkepanjangan. Dalam proses perkembangannya menjadi Negara tepusat, Samudra Pasai juga menjadi pusat pengajaran agama. Reputasinya sebagai pusat agama terus berlanjut walaupun kemudian kedudukan ekonomi dan politiknya menyusut.
         Dengan pola tersebut, Samudra Pasai memiliki “Kebebasan Budaya” untuk memformulasikan struktur dan sistem kekuasaan, yang mencerminkan gambaran tentang dirinya.
          Pola yang sama dapat pula disaksikan pada proses terbentuknya kerajaan aceh Darussalam.
2. Pola Sulawesi Selatan
          Pola ini adalah pola islamisasi melalui konversi keraton atau pusat kekuasaan. Dalam sejarah Islam di Asia tenggara, pola ini di dahului oleh berdirinya kerajaan Islam Malaka. Proses islamisasi berlangsung dalam suatu struktur Negara yang telah memiliki basisi legitimasi geneologis
        Konvrensi agama menunjukan kemampuan raja. Penguasa terhindar dari penghinaan rakyat dalam masalah kenegaraan.
3. Pola Jawa
        Di Jawa, Islam mendapatkan suatu sistem politik dan struktur kekuasaan yang telah lama mapan, berpusat di keraton pusat Majapahit. Sebenarnya komunitas pedagang Muslim mendapat tempat dalam pusat-pusat politik pada abad ke-11. Komunitas itu makin membesar pada abad ke-14. ketika posisi raja melemah, para saudagar kaya di berbagai kadipaten di wilayah pesisir mendapat peluang besar untuk menjauhkan diri dari kekuasaan raja. Mereka kemudian tidak hanya masuk Islam tetapi juga membangun pusat-pusat politik yang independen. Setelah kraton pusat menjadi goyah, kraton-kraton kecil mulai bersaing untuk menggantikan kedudukannya. Demak akhirnya berhasil menggantikan Majapahit. Dengan posisi baru ini Demak tidak saja menjadi pemegang hegemoni politik, tetapi juga menjadi “jembatan penyebrangan’ Islam yang paling penting di Jawa.
        Walaupun mencapai keberhasilan politik dengan cepat, Demak tidak saja harus menghadapi masalah legitimasi politik, tetapi juga panggilan kultural untuk kontinuitas. Dilemma kultural dari dominasi politik Islam di dalam suasana tradisi Siwa-Budhistik telah jauh menukik kedalam kesadaran. Hal itu akan jelas ketika kraton dipindahkan oleh Jaka Tingkir ke Pajang di pedalaman dan semakin jelas ketika Mataram berhasil menggantikan kedudukan Pajang pada tahun 1588.


C. PERADABAN ISLAM DI INDONESIA
1. Sebelum Kemerdekaan
a. Birokrasi Keagamaan
         Oleh karena penyebaran Islam di Indonesia pertama-tama dilakukan oleh para pedagang, pertumbuhan komunitas Islam bermula diberbagai pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra, Jawa dan pulau lainnya. Kerajaan-kerajaan Islam yang pertama berdiri juga didaerah pesisir. Demikaian halnya dengan kerajaan Samudra Pasai, Aceh, Demak, banten, dan Cirebon, ternate dan Tidore. Dari sana kemudian Islam menyebar ke daerah-daerah sekitar. Begitu pula yang terjadi di Sulawesi dan Kalimantan. Menjelang akhir abad ke-17, pengaruh Islam sudah hampir merata di berbagai wilayah penting di Nuasantara.
         Di samping merupakan pusat-pusat politik dan perdagangan, ibu kota kerajaan juga merupakan tempat berkumpul para ulama dan Mubaligh Islam. Ibn Batuthah menceritakan, Sultan kerajaan Samudra Pasai, Sultan Al Maik Al Zahir, dikelilingi oleh ulama dan Mubalig Islam dan Raja sendiri sangat menggemari diskusi mengenai masalah-masalah keagamaan. Raja-raja Aceh mengangkat para ulama menjadi penasehat dan pejabat di bidang keagamaan. Sultan Iskandar Muda (1607-1636) mengangkat Syekh Syamsuddin al-Sumatrani menjadi Mufti (qadhi Malikul Adil) kerajaan Acah. Sultan Iskandar Tsani (1636-1641) mengangkat Syekh Nuruddin al-Raniri menjadi Mufti kerajaan, dan Sultanah Saefatuddin Syah mengangkat Syekh Abdur Rauf Singkel. Kedudukan ulama sebagai penasehat Raja, terutama dalam bidang keagamaan juga terdapat dikerajaan-kerjan Islam lainnya.

b. Ulama dan Ilmu-Ilmu Keagaaman
          Penyebaran dan pertumbuhan kebudayaan Islam di Indonesia terutama terletak di pundak para ulama. Paling ada dua cara yang dilakukannya. Pertama, membentuk kader-kader ulama yang akan bertugas sebagai Mubaliq kedaerah-daerah yang lebih luas. Cara ini dilakukan di dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam yang dikenal dengan pesantren di jawa, dayah di Aceh, dan surau di Minangkabau. Kedua, melalui karya-karya yang terbesar dan dibaca di berbagai tempat yang jauh. Karya-karya tersebut mencerminkan perkembangan pemikiran dan ilmu-ilmu keagamaan di Indonesia pada masa itu.

c. Arsitek Bangunan
          Oleh karena perbedaan latar belakang budaya, arsitektur bangunan-bangunan Islam di Indonesia berbeda dengan yang terdapat di dunia Islam lainnya. Hasil-hasil seni bangunan pada zaman pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia antara lain mesjid-mesjid kuno Demak, Sendang Duwur Agung Kasepuhan di Cirebon, mesjid Agung Banten, Baiturrahman di Aceh dan di daerah-daerah lainnya. Masjid-masjid itu menunjukan keistimewaan dalam denahnya yang berbentuk persegi empat atau bujur sangkar dengan bagian kaki yang tinggi serta pejal, atapnya bertumpang dua, tiga, lima tau lebih, dikelilingi parit atau kolam air dibagian depan atau sampingnya yang berserambi. Bagan-bagan lain seperti Mihrab dengan lengkung pola kalamakara, mimbar yang mengingatkan akan ukiran-ukiran pola teratai, mastaka tau memolo, menunjukan seni-sei bangunan tradisional yang telah dikenal di Indonesia sebelum kedatangan Islam.

2. Setelah Kemerdekaan
a. Departemen Agama
          Sebagaimana telah disebutkan, sejak awal kebangkitan Nasional, posisi agama sudah mulai dibicarakan dalam kaitannya dengan politik atau Negara. Ada dua pendapat yang didukung oleh dua golongan yang bertentangan tentang hal itu. Satu golongan berpendapat, Negara Indonesia merdeka hendaknya merupakan sebuah Negara “sekuler”, Negara yang dengan jelas memisahkan persolan agama dan politik, sebagaimana di terapkan di Negara Turki oleh Mustafa Kamal. Golongan lainya berpendapat, Negara Indonesia merdeka adalah “Negara Islam”. Kedua pendapat itu terlihat misalnya sebelum kemerdekaan, dalam polemik antara Soekarno dengan Agus Salim, kemudian dengan M. Natsir diakhir tahun 1930-an, diskusi dan perdebatan di dalam sidang-sidang BPUPKI yang menghasilkan Piagam Jakarta. Setelah kemerdekaan, persoalan itu juga terangkat kembali didalam siding-sidang konstituante hasil pemilihan umum 1955 M yang berakhir dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yaitu kembali pada UUD 1945.
          Dalam jangka waktu beberapa tahun di awal berdirinya kementrian ini, telah dikeluarkan berbagai peraturan yang menetukan tugas serta ruang lingkup kementrian agama. Meskipun ruang lingkupnya tetap sama, rumusannya sudah beberapa kali berubah. Tujuan dan fungsi Departemen Agama yang dirumuskan pada tahun 1967 adalah sebagai berikut :
1. Mengurus serta mengatur pendidikan di sekolah-sekolah, serta membimbing peraturan-peraturan agama
2. Mengikuti dan memperhatikan hal yang bersangkutan dengan agama dan keagamaan.
3. Memberi penerangan dan penyuluhan agama
4. Mengurus dan mengatur peradilan agama serta menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan hukum agama
5. Mengurus dan memperkembangkan IAIAN, perguruan tinggi agama Islam swasta dan pesantren luhur, serta mengurus dan mengawasi pendidikan agama pada perguruan-perguruan tinggi
6. Mengatur, mengurus dan mengawasi penyelenggaraan ibadah haji.

D. Tradisionalisme, Nasionalisme dan Pembaharuan Islam Indonesia
           Reaksi paling awal terhadap konsolidasi pemerintahan Belanda dan hancurnya aristokrasi lama datang dari kalangan Muslim. Keseimbangan kekuatan yang sedang berubah menimbulkan gerakan kebangkitan ulama yang menentang otoritas kaum elite priyayi. Bahkan semenjak konsolidasi mataram pada awlal abad ke-17, aristokrasi Jawa telah terbagi menjadi dua kelompok priyayi yang memerintah, yang terkondisikan oleh nilai-nilai Jawa dan kiyayi yang mewakili komunitas yang setia terhadap keyakinan agama Islam. Dengan masuknya kelompok aristokrasi priyayi kedalam pemerintahan kolonial Belanda. Kiyayi menjadi satu-satunya perwakilan masyarakat Jawa yang independen. Otoritas, jumlah dan pengaruh mereka sangat luas. Lebih jauh, pelaksanaan haji ke Makkah dan pengembaraan studi agama yang luas di Arab ia telah mengantar kontak Muslim Melayu dan Indonesia dengan ajaran-ajaran reformis, meningkatkan kesadaran mereka terhadap identitas Muslim, dan menjadikan mereka mengenal perlawanan dunia Mslim terhadap kolonialisme Eropa. Para haji pulang dengan membawa sebuah hasrat untuk meningkatkan masyarakat mereka dari keterbelakangan dan ketersesatan menuju praktik peribadatan Muslim yang benar dan menuju sebuah komitmen akan otonomi poltik
          Pada tahun 1840-an dan tahun 1850-an, Banten dilanda kebangkitan agama. Kebangkitan ini menjadi sebuah pergolakan besar tahun 1988. dalam situasi permusuhan sengit terhadap pemerintah asing, perlawanan terhadap sritokrasi yang korup, dengan semangat yang mengelora untuk mendirikan sebuah negara Islam, beberapa kelompok petani menyerang pejabat Belanda dan administrator Jawa. Pihak pemerintah berusaha menumpas kelompok pemberontak. Diseluruh wilayah Hindia, seperti gerakan Padri di Minangkabau, perang Banjarmasin 1859 dan perang Aceh tahun 1871-1901, semuanya merupakan perlawanan petani yang dipimpin ualama terhadap ekspansi kekuasaan Belanda dan otoritas elite politik lokal.
          Pada saat-saat yang sama, bentuk-bentuk keagamaan dan sosial yang baru, dan aksi politik terbentuk di beberapa pelabuhan utama di Sumatra, Jawa dan Melayu dan lingkungan pedagang Muslim yang peka terhadap tekanan ekspansi kekuasaan kolonial dan terhadap derasnya arus pemikiran reformis yang datang dari Makkah dan Kairo.
          Pemukiman orang Arab di anggap penting. Sebagian orang Arab yang bekerja di Singapura sebagai Broker mengelola perjalanan Haji. Para Syaikh dan Sayyid dari Hadramaut memiliki prestise yang cukup tinggi, dan mereka sangat dihormati lantaran ketulusan dalam menjalankan agama mereka membentuk sebuah elite komersial, memiliki tanah dan pondokan, menanam modal dalam usaha perkebunan dan perdagangan dan menguasai perdagangan batik, tembakau dan perdagangan rempah-rempah. Kelompok ini membangun Masjid, mengorganisir sejumlah perayaan dan berusaha mempertahankan bahasa Arab dan sopistikasi kebudayaan Muslim.
          Diberbagai tempat reformise dibangkitkan melalui perdagangan, urbanisasi dan pendidikan. Di Jawa, sejumlah pergerakan Islam di dirikan antara tahun 1905 dan 1912. yang terbesar diantara asosiasi pendidikan dan keagamaan adalah Muhamadiyah, yang di dirikan pada tahun 1912 oleh haji Ahmad Dahlan untuk memperbahurui praktik Islam dan memperbaiki kehidupan komunitas Muslim.
          Muhamadiyah menekankan pentingnya kesalehan hidup yang didasarkan pada berbagai kewajiban yang dinyatakan di dalam Al Qur’an dan Hadis Nabi, tetapi menolak sistem filsafat dan sistem hukum kewarisan Muslim zaman pertengahan dan otoritas para Wali untuk digantikan dengan pelaksanaan ijtihad atau penalaran individu dalam berbagai urusan keagamaan.
          Muhamadiyah juga mengajarkan bahwa sifat kebajikan yang bersifat persoalan haruslah diekspresikan dalam aksi sosial. Upaya muhamadiyah yang utama adalah pembentukan pola pendidikan modern sekolah agama. Sementara pesntren mengutamakan pembacaan kitab suci Al Qur’an dan formula mistik, sekolah-sekolah Muhamadiyah mengajarkan prinsip-prinsip dasar agama Islam, bahasa Arab, bahasa Balanda dan beberapa pelajaran sekuler.

BAB III
PENUTUP

          Cikal bakal kekuasaan Islam telah dirintis pada periode abad 1-5 H/7-8 M, tetapi semuanya tenggelam dalam hegemoni maritime Sriwijaya yang berpusat di Palembang dan kerajaan Hindu-Jawa seperti Singasari dan Majapahit di Jawa Timur. Pada periode ini para pedagang dan Mubaliq Muslim membentuk komunitas-komunitas Islam. Mereka memperkenalkan Islam yang mengajarkan toleransi dan persamaan derajat diantara sesama, sementara ajaran Hindu Jawa menekankan perbedaan derajat manusia. Ajaran Islam ini sangat menarik perhatian penduduk setempat karena itu, Islam tersebar di kepulauan Indonesia terhitung cepat, meski dengan damai baik itu melalui sistim perdagangan maupun yang lainnya.
          Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia diantaranya adalah Samudra Pasai, Aceh Darussalam, kerajaan-kerajaan Islam di Jawa : Demak, Pajang, Mataram, Cirebon, Banten, kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan, Kutai dikalimantan Timur, Maluku, Sulawesi (Gowwa-Tallo, Bone, Wajo, Soppeng Dan Luwu)
         Oleh karena penyebaran Islam di Indonesia pertama-tama dilakukan oleh para pedagang, pertumbuhan komunitas Islam bermula diberbagai pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra, Jawa dan pulau lainnya. Kerajaan-kerajaan Islam yang pertama berdiri juga didaerah pesisir. Demikaian halnya dengan kerajaan Samudra Pasai, Aceh, Demak, banten, dan Cirebon, ternate dan Tidore. Dari sana kemudian Islam menyebar ke daerah-daerah sekitar. Begitu pula yang terjadi di Sulawesi dan Kalimantan. Menjelang akhir abad ke-17, pengaruh Islam sudah hampir merata di berbagai wilayah penting di Nuasantara.

DAFTAR PUSTAKA

Ø Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta :Rajawali Pers, 1993)
Ø Lapidus Ira, Sejarah Sosial Ummat Islam, (Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, 1999)
Ø Azra Azyumardi, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, (Bandung, Mizan Media Utama, 2002)

1 komentar:

  1. Casinos in Atlantic City, NJ - Mapyro
    Casino 익산 출장안마 in Atlantic 하남 출장안마 City, NJ at Mapyro. Casino at the Borgata Hotel Casino & Spa. 부산광역 출장샵 Casino at 원주 출장마사지 Borgata Hotel Casino & 전주 출장마사지 Spa.

    BalasHapus